Di Tengah Ketegangan Jokowi dan PDIP, Golkar Tawarkan 'Karpet Merah' untuk Jokowi

Joko Widodo. --Facebook/Joko Widodo

BELITONGEKSPRES.COM - Ketegangan antara Joko Widodo dan elite PDI Perjuangan (PDIP) membuka ruang baru dalam dinamika politik nasional. Partai Golkar, dengan simbol pohon beringin, tampaknya memanfaatkan situasi ini untuk merangkul Jokowi, bahkan menawarkan "karpet merah" jika ia bersedia bergabung.

Sekjen DPP Golkar, Sarmuji, menyatakan kesediaannya menyambut Jokowi dengan tangan terbuka. Sebagai mantan presiden RI dua periode, Jokowi dinilai sebagai figur penting yang keberadaannya akan memperkuat Golkar. 

“Golkar adalah partai terbuka, siapa pun boleh masuk,” ujar Sarmuji. Namun, ia menegaskan bahwa hingga kini, DPP Golkar belum menerbitkan surat keputusan (SK) keanggotaan kehormatan untuk Jokowi atau Gibran Rakabuming Raka.

Sementara itu, Sekretaris Bidang Organisasi Partai Golkar Derek Loupatty mengungkapkan bahwa Jokowi sebenarnya telah dianggap sebagai anggota kehormatan, meskipun tanpa kartu tanda anggota (KTA). Menurutnya, status ini diberikan kepada negarawan yang berjasa bagi negara, seperti presiden atau wakil presiden. “Mereka tidak memerlukan KTA untuk menjadi anggota kehormatan,” jelasnya.

BACA JUGA:Cegah Pelanggaran Etika, Legislator PDIP Usulkan Pembentukan UU Kelembagaan Presiden

BACA JUGA:Kemensos Alokasikan Rp 461 Miliar untuk 143.000 Keluarga Penerima Manfaat di Pasuruan pada 2025

Namun, langkah Golkar ini tak lepas dari analisis berbagai pihak. Analis komunikasi politik sekaligus founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, memandang pendekatan Golkar kepada Jokowi lebih sebagai respons terhadap dinamika politik yang memanas. Perseteruan Jokowi dengan PDIP, menurutnya, menjadi celah yang dimanfaatkan Golkar untuk memperluas pengaruh.

Hendri, yang akrab disapa Hensat, mengingatkan bahwa status anggota kehormatan di Golkar belum bisa dianggap sebagai "rumah politik" bagi Jokowi. "Anggota kehormatan itu hanya seperti kos-kosan atau kontrakan, bukan tempat tinggal permanen," ujarnya.

Lebih lanjut, Hensat berpendapat bahwa Jokowi, sebagai tokoh bangsa, tidak memerlukan rumah politik baru. Sebagai presiden dua periode, Indonesia sudah menjadi rumah politik baginya. 

Namun, ia mencatat manuver politik Jokowi belakangan ini, seperti kunjungan ke rumah Prabowo Subianto, bisa dipersepsikan sebagai upaya mencari perlindungan politik. Hal ini, menurut Hensat, bertujuan melindungi dirinya dan keluarganya, termasuk Wapres Gibran, dari potensi tekanan politik.

Manuver politik Jokowi dalam situasi panas ini menghadirkan berbagai spekulasi. Di satu sisi, Golkar menawarkan peluang, sementara di sisi lain, Jokowi mungkin mencari langkah strategis untuk memastikan posisi dan masa depan politik keluarganya tetap aman. (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan