Ditanya Mengenai PPN 12 Persen, Sri Mulyani Menjawab: 'Pak Menko Airlangga yang Akan Menyampaikan'
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) memberikan keterangan pers mengenai APBN KiTa edisi November 2024 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat 8 November 2024. -Joanito De Saojoao-Berita Satu Photo
BELITONGEKPRES.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak merinci penjelasan mengenai kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12 persen. Kebijakan ini diyakini akan berdampak negatif pada daya beli masyarakat yang sudah tertekan.
“Silakan nanti Pak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) yang menjelaskan,” ujar Sri Mulyani saat ditanya wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa, 3 Desember.
Setelah pernyataan tersebut, dia enggan memberikan komentar lebih lanjut kepada media. Kebijakan ini menuai penolakan keras dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat dan pengusaha.
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun pada tahun 2025, di mana kontribusi dari PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diperkirakan mencapai Rp 945,1 triliun. Target ini diharapkan tumbuh 13,32 persen dibandingkan realisasi tahun 2024 yang hanya mencapai Rp 819,2 triliun.
BACA JUGA:YLKI Sarankan Kenaikan Cukai Gula dan Rokok Sebagai Alternatif PPN 12 Persen
BACA JUGA:Sering Disalahgunakan untuk Judi Online, Kemkomdigi Tetapkan Batas Maksimum Transfer Pulsa Rp1 juta
Namun, analisis dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menunjukkan bahwa jika pemerintah tetap menaikkan tarif PPN, target penerimaan pajak tersebut mungkin tidak tercapai.
Hal ini dikarenakan perlambatan konsumsi rumah tangga yang diprediksi akan berlanjut pada tahun 2025, terutama dari kalangan kelas menengah dan calon kelas menengah yang merupakan pilar utama konsumsi.
Kelas menengah, yang terdiri dari 52 juta orang atau sekitar 19 persen dari total penduduk Indonesia, menyumbang 40 persen dari total konsumsi. Sementara itu, calon kelas menengah yang berjumlah 148 juta orang atau 54 persen dari total penduduk, memberikan kontribusi sebesar 44 persen terhadap pengeluaran konsumsi.
Namun, selama periode 2018-2023, jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan sebesar 9 juta jiwa, dari 61 juta menjadi 52 juta jiwa, mencerminkan penurunan sebesar 8 persen.
BACA JUGA:Menaker Yassierli Sebut Permenaker UMP 2025 Diumumkan 4 Desember Besok
BACA JUGA:Mendorong Investasi, Pemerintah Tingkatkan Target TKDN untuk Kendaraan Listrik
Sebelumnya, Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, mengekspresikan keprihatinan atas kebijakan pemerintah yang meningkatkan beban pajak PPN di tengah upaya mengimplementasikan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk meningkatkan penerimaan negara.
Andri mengingatkan bahwa penerapan kembali kebijakan tax amnesty dapat memiliki dampak buruk dalam jangka panjang.