Bahlil Sebut Penerapan Biofuel B50 di 2026 Berpotensi Bebaskan Indonesia dari Impor Solar
Pemerintah menargetkan bisa menerapkan B50 pada 2026 untuk menghapuskan impor solar. --ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa penerapan biofuel jenis B50 pada tahun 2026 akan memungkinkan Indonesia untuk terbebas dari ketergantungan impor solar.
Bahlil menjelaskan bahwa jika bahan bakar diesel ramah lingkungan ini mulai diterapkan dua tahun mendatang, kebutuhan solar domestik akan tercukupi dari produksi dalam negeri.
"Jika B50 diterapkan pada 2026, Insya Allah kita tidak perlu lagi mengimpor solar. Produksi dalam negeri sudah cukup dengan konversi B50," kata Bahlil dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Senin, 2 Desember.
Untuk mencapai penerapan B50, pemerintah berencana melaksanakan program ini secara bertahap. Pada 2025, misalnya, penggunaan biofuel jenis B40 akan diwajibkan.
BACA JUGA:Luhut Ungkap Kekhawatiran Teknologi AI yang Bisa Menggantikan Peran Manusia
BACA JUGA:Tahun Depan DEN Bahas Energi Nuklir, Pemerintah Targetkan Indonesia Punya PLTN Tahun 2032
"Pada 1 Januari 2025, kita akan mulai dengan B40," ujar Bahlil, yang juga menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Biofuel jenis B40 dan B50 terdiri dari campuran ester metil asam lemak (FAME) yang dihasilkan dari pemurnian minyak kelapa sawit, dicampur dengan bahan bakar fosil. Sebagai contoh, B40 mengandung 40 persen FAME dan 60 persen diesel fosil, sementara B50 terdiri dari 50 persen FAME dan 50 persen diesel fosil. B100, di sisi lain, sepenuhnya terbuat dari FAME.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, impor solar Indonesia pada 2023 tercatat sebesar 5,14 juta kiloliter (kl), menurun sedikit dibandingkan dengan angka 2022 yang mencapai 5,27 juta kl.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan bahwa untuk mendukung implementasi B50, Indonesia membutuhkan sekitar tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) menjadi biodiesel.
Penambahan pabrik ini penting untuk mengatasi kekurangan produksi biodiesel domestik yang diperlukan untuk konversi ke B50, yang diperkirakan mencapai 19,7 juta kiloliter, sementara saat ini kapasitas produksi dalam negeri baru mencapai 15,8 juta kiloliter.
Dengan kebutuhan produksi biodiesel yang besar, Bahlil melihat hal ini sebagai peluang investasi yang menarik, karena untuk merealisasikan B50 diperlukan tambahan investasi sekitar 360 juta dolar AS. (jpc)