Selanjutnya Perang AS-Iran?
HASIBULLAH SATRAWI--
DALAM beberapa hari terakhir, eskalasi perang terbuka di Timur Tengah semakin melebar dan acapkali tak terkendali. Pada Senin 15 Januari malam, beberapa serangan yang diyakini dilakukan Iran telah menargetkan beberapa tempat di wilayah Kurdistan, Erbil, Iraq. Sumber di internal pasukan elite Iran menyebutkan bahwa serangan tersebut ditargetkan ke kamar khusus yang digunakan intelijen Israel di Erbil. Bahkan, menurut salah satu sumber keamanan Kurdi, serangan yang ada menargetkan Bandara Erbil dan Konsulat Amerika Serikat yang menjadi tempat pasukan internasional di bawah koalisi AS (Aawsat.com, 16 Januari).
Beberapa waktu sebelumnya 12 Januari, AS dan Inggris mengumumkan menyerang target-target militer milisi Houthi di Yaman. Serangan ini disebut balasan atas beberapa aksi Houthi yang menyerang dan mengganggu kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah.
Jauh hari sebelumnya, Houthi menyatakan akan menyerang kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah sebagai solidaritas atas perjuangan Hamas dan masyarakat Gaza di Palestina yang diserang Israel. Bahkan, Houthi sempat mengaitkan aksinya dengan sikap masyarakat internasional yang dianggap tidak sungguh-sungguh menolong masyarakat Gaza dengan menghentikan serangan Israel yang bertubi-tubi. Selama masyarakat Gaza kelaparan, Laut Merah juga tidak akan aman.
Serangkaian eskalasi kekerasan di beberapa tempat di Timur Tengah itu sesungguhnya telah menyeret ”aktor utama” ke medan tempur, yaitu Iran dan AS. Sebagai aktor, pengaruh Iran terhadap sekutu-sekutunya jauh lebih total dan berpengaruh ketimbang pengaruh AS terhadap sekutunya (khususnya Israel).
BACA JUGA:Indonesia Emas yang Hijau dan Adil
BACA JUGA:Hasrat Kuasa, Demokrasi, dan Realitas Ciptaan
Hampir seluruh pihak yang saat ini terlibat langsung dalam konflik tersebut merupakan tangan-tangan Iran di Timur Tengah. Mereka dikenal dengan istilah poros perlawanan atau mihwarul muqawamah seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, Syria pasca-Arab Spring, dan Houthi di Yaman. Bila kelompok-kelompok perlawanan itu terus melakukan perlawanan seperti yang terlihat sekarang, bisa dipastikan ada persetujuan Iran. Minimal Iran tidak melarang. Bahkan, Iran mulai terlibat langsung seperti menyerang beberapa target di Erbil, Iraq.
Sementara, peran dan pola hubungan antara AS sebagai faktor dan Israel sebagai sekutu tidak sekuat dan semenentukan Iran (dengan poros perlawanan). Minimal bila dibaca dari perkembangan yang terjadi sejak Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Sebagaimana dimaklumi, pasca serangan itu hubungan AS-Israel (khususnya Presiden AS Joe Biden dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu) sempat mencapai puncak kemesraannya. Sebuah kedekatan yang sebelumnya jarang terjadi. Terlebih lagi, Netanyahu sebagai tokoh Partai Likud secara tradisional dikenal lebih dekat dengan tokoh Partai Republik dari AS seperti Donald Trump.
Dalam beberapa perkembangan selanjutnya (pasca serangan 7 Oktober 2023), perbedaan demi perbedaan kembali mewarnai hubungan antara Netanyahu dan Biden. Hubungan kedua pemimpin nyaris kembali pada hubungan tradisionalnya sebagaimana yang dijelaskan di atas. Bahkan, semakin ke belakang, perbedaan keduanya semakin tajam, khususnya terkait dengan pengelolaan perang dan Gaza pascaperang.
BACA JUGA:Hilangnya Visi Indonesia Emas di Debat Capres
BACA JUGA:Kekalahan Propaganda Zionis
Pada tahap tertentu, Israel tak hanya berbeda atau mengabaikan arahan dari AS, tetapi juga tidak memperhatikan kepentingan strategis Negeri Paman Sam. Aksi pembunuhan terhadap Wakil Ketua Hamas Saleh Al-Arouri di Lebanon beberapa waktu lalu (2/1) bisa dijadikan contoh.
Sebelumnya, AS berkali-kali menekankan agar Israel berfokus pada perang Gaza. Namun, pembunuhan wakil ketua Hamas yang berada di wilayah Hizbullah di Lebanon sudah hampir pasti meningkatkan eskalasi dengan Hizbullah. Walau, Israel tidak pernah menolak atau mengakui tuduhan keterlibatannya dalam pembunuhan Al-Arouri. Ditambah lagi dengan pembunuhan salah seorang pemimpin Hizbullah, Wissam Hassan Tawil, yang diakui Israel.