Ekonom Kritik Kepala Bapanas, Sebut Kurang Mampu Kelola Pangan Nasional
ILUSTRASI Gudang beras. (Istimewa)--
BELITONGEKSPRES.COM - Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, mengkritik kinerja Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang dinilai belum efektif dalam mengelola pasokan pangan domestik. Sejak berdirinya Bapanas pada 2021, menurut Defiyan, belum terlihat upaya signifikan untuk memperbaiki ketahanan pangan nasional. Bahkan, hingga awal 2024, Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan pangan.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada program terobosan yang mampu mengurangi ketergantungan impor beras atau bahan pangan lainnya hingga akhir 2024," kata Defiyan dalam pernyataannya di Bandarlampung, Senin, 30 September, mengutip dari Antara.
Lebih lanjut, Defiyan menyoroti dampak dari ketergantungan impor yang memperparah dugaan penyalahgunaan wewenang, seperti timbulnya biaya denda atau demurrage di pelabuhan, yang dapat merugikan negara. Ia juga mengkritisi terbentuknya kartel-kartel baru dalam jalur pengadaan komoditas impor, seperti beras, yang merugikan petani lokal.
"Akibatnya, kesejahteraan petani domestik semakin terpuruk, meskipun harga beras terus naik," tambahnya. Menurutnya, masalah di Bapanas bukan hanya soal pengelolaan impor, tetapi juga kegagalan dalam menjadi solusi bagi permasalahan pangan dan pertanian di Indonesia.
BACA JUGA:PLN Berhasil Jaga Pasokan Listrik Tanpa Gangguan Selama Berlangsungnya MotoGP Mandalika
BACA JUGA:Gandeng VR46 Racing Team: Strategi Pertamina dalam Meningkatkan Daya Saing Global
Senada dengan itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, juga menuntut adanya evaluasi terhadap Kepala Bapanas. Ia menilai Bapanas kurang berpihak kepada petani, terutama dalam mengatur harga gabah yang saat ini tidak menguntungkan bagi petani, sementara harga beras di pasar tetap tinggi.
"Di Indonesia, harga beras adalah salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara, tetapi petani justru semakin terpinggirkan," kata Henry. Ia berharap Bapanas dapat dipimpin oleh sosok yang lebih peduli terhadap kesejahteraan petani dan lebih berorientasi pada peningkatan sektor pertanian.
Henry juga mengusulkan agar pengelolaan beras nasional lebih diserahkan kepada industri kecil dan koperasi, daripada membuka kesempatan luas kepada pelaku bisnis besar yang hanya mengejar keuntungan.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia, Carolyn Turk, dalam konferensi internasional menyebutkan bahwa harga beras di Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN, sementara kesejahteraan petani justru terus menurun. (jpc)