Pengamat Penerbangan Tanggapi Soal Harga Avtur di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Singapura
Seorang pekerja mengisi avtur ke pesawat yang terparkir di bandara. ANTARA/HO-Pertamina Patra Niaga--
BELITONGEKSPRES.COM - Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa harga bahan bakar pesawat (avtur) di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain, seperti Singapura.
Perbandingan ini menyoroti perbedaan signifikan yang berdampak langsung pada biaya operasional maskapai penerbangan di Indonesia.
Berdasarkan data dari Pertamina, harga avtur di Bandara Soekarno Hatta (CGK) untuk penerbangan domestik mencapai Rp 13.211 per liter, sementara untuk penerbangan internasional berada di angka US cents 75,7 per liter, berlaku pada periode 1-30 September 2024.
Di sisi lain, China Aviation Oil (CAO), pemasok avtur di Singapura, menawarkan harga avtur sebesar SGD 0,85 atau sekitar Rp 10.053 per liter, menunjukkan selisih harga yang cukup signifikan.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Ungkap 85 Juta Pekerjaan Bisa Hilang pada 2025, Apa Penyebabnya?
Pengamat penerbangan, Gatot Raharjo, menanggapi masalah ini dengan menyatakan bahwa perbedaan harga avtur bukanlah hal baru dan telah lama diketahui.
Menurutnya, penyesuaian harga avtur di Indonesia sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah, asalkan ada kemauan politik dari pemerintah dan koordinasi antara lembaga terkait.
"Masalah ini bisa diatasi jika ada political will dari pemerintah. Kementerian ESDM, BPH Migas, dan Pertamina bisa menyesuaikan aturan dan mekanisme pengaturan harga avtur di lapangan," jelas Gatot.
Meskipun demikian, Gatot menyoroti bahwa hingga saat ini belum ada langkah konkret dari Kementerian ESDM maupun BPH Migas untuk mengatasi masalah harga avtur yang tinggi di Indonesia.
BACA JUGA:Banggar DPR RI Sarankan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Dibahas di Pemerintahan Baru
BACA JUGA:Hadapi 1 Juta Percobaan Serangan Siber Per Hari, Bank Mandiri Bentuk 'Satpam Digital'
Menurutnya, tindakan pemerintah diperlukan untuk menyeimbangkan biaya operasional industri penerbangan dan mendorong daya saing maskapai nasional di tingkat global.
Dengan penekanan pada pentingnya political will, Gatot menilai bahwa peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan kebijakan yang mendukung industri penerbangan, yang pada akhirnya akan berdampak pada ekonomi nasional. (dis)