Kenapa Warga RI Kini Sulit Belanja? Ini Faktor Penurunan Disposable Income

Kenapa Warga RI Kini Sulit Belanja? Ini Faktor Penurunan Disposable Income-- (Antara)

BELITONGEKSPRES.COM - Merosotnya proporsi disposable income terhadap produk domestik bruto (PDB) ditengarai sebagai penyebab anjloknya daya beli di masyarakat.

Setidaknya, indentifikasi penyebab anjloknya daya beli di masyarakat ini disampaikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas.

Proporsi disposable income yang kemudian disebut nilai maksimum pendapatan masyarakat yang dapat digunakan untuk konsumsi, memang sempat naik pada periode 2019 ke 2020. Namun sebenarnya, kenaikan itu tidak berarti karena penurunan sudah terjadi sejak tahun 2016. 

Semula berada di kisaran 77,5 persen dan pada tahun 2023 berkurang menjadi 72,7 persen. Level tertinggi pernah dicapai pada tahun 2011 yakni sebesar 78,9 persen. 

BACA JUGA:Anggaran 2025 Lebih Sedikit, Menteri BUMN Minta Tambah

BACA JUGA:Mendobrak Batas Kontinental: HLF-MSP 2024 Bali Jadi Momentum Transformasi Indonesia-Afrika

"Proporsi disposable income pada tahun 2023 kita lihat ada di angka 72,7 persen," ungkap Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas, Scenaider Claisen Hasudungan Siahaan, Selasa 2 September 2024.

Proporsi di angka 72,7 persen ini terus menerus turun sejak tahun 2020 yang masih di angka 75,3 persen. Artinya angka tersebut tidak pernah mengalami kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Adapun penyebabnya adalah tingginya jumlah penduduk yang bekerja paruh waktu dan banyak buruh yang gajinya masih dibawah rata-rata upah buruh nasional.

Disposable income merupakan gambaran nilai maksimum pendapatan masyarakat yang tersedia setelah potongan pajak yang dapat digunakan untuk konsumsi. Maka nilai yang muncul adalah nilai yang dapat digunakan untuk konsumsi setelah dipotong dari PDB nasional.

BACA JUGA:Waspada Penipuan di Aplikasi M-Banking: Kenali Modus-modus Terbarunya

BACA JUGA:Tak Disangka, Indonesia Masuk Daftar Negara Teratas Pengguna AI ChatGPT

"Penduduk yang bekerja paruh waktu masih sangat tinggi pada 2023 dan 2024 yakni di kisaran 36,8 juta orang. Ditambah dengan data setengah penganggur yang mencapai 12, 1 juta orang," kata Scenaider.

Di sisi lain, rata-rata upah buruh yang diserap perusahaan masih minim upah kerja. Bahkan masih dibawah rata-rata upah buruh nasional sebesar Rp3,04 juta yang didata Sakernas pada Februari 2024 lalu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan