Pengaplikasian Teori Segitiga Cinta Dalam Meningkatkan Semangat Belajar Anak SMA

Mangifera Indica Juarsyah, S.Pd (Dok. Pribadi)--

Belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memahami kehidupan dan mewujudkan imajinasi serta harapan dalam bentuk nyata. Setiap individu perlu dan wajib untuk belajar sebagai bekal masa depan. Belajar berfungsi sebagai sarana atau sistem yang membantu individu atau kelompok meningkatkan status dan peranan sosial di masyarakat, baik dalam hal stratifikasi sosial maupun diferensiasi sosial. Melalui proses belajar, individu juga dapat lebih mudah menyalurkan potensi yang mereka miliki.

Namun, kondisi saat ini menimbulkan berbagai masalah, salah satunya berasal dari dalam diri sendiri, yaitu rasa malas. Rasa malas ini membuat seseorang enggan melakukan apapun, cenderung menunda pekerjaan, dan lebih memilih berdiam diri dalam zona nyaman. Ini menjadi tantangan bagi generasi muda, yang harus tetap mempertahankan semangat dan optimisme untuk terus belajar dan berkarya meskipun menghadapi hambatan tersebut.

Rasa malas dalam belajar semakin melanda generasi muda di berbagai jenjang pendidikan, termasuk di sekolah menengah atas (SMA). Menurut Mei dan Luluk dalam artikelnya, malas diartikan sebagai "ketidakmauan untuk bekerja atau melakukan sesuatu. Malas juga berarti segan, tidak suka, dan tidak bernafsu." Dengan kata lain, malas belajar berarti tidak mau, enggan, tidak suka, dan tidak bernafsu untuk belajar. Edy Zaqeus (2008) dalam ruangguru.com menjelaskan bahwa malas merupakan keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dilakukan. Dalam konteks yang lebih luas, malas meliputi penolakan terhadap tugas, kurangnya disiplin, ketidaktekunan, rasa sungkan, kebiasaan menunda-nunda, pengalihan dari kewajiban, dan sebagainya.

BACA JUGA:Ketika Zona Nyaman Menjadi Perangkap (Catatan Perjalanan Program AFS 2024)

Banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya rasa malas belajar di kalangan peserta didik atau anak-anak SMA. Yakni, 1). Menurun dan kurangnya motivasi belajar peserta didik yang disebabkan oleh kondisi lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan sosial budaya, 2). Sikap pasif dan masa bodoh, keadaan peserta didik yang cenderung diam dan tidak peduli dengan dirinya sendiri, 3). Depresi dan kejenuhan, kondisi psikis peserta didik yang tertekan dan merasakan bosan untuk belajar, yang pada umunya diakibatkan oleh lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah dan sosial budaya, 4). Ekonomi, kondisi yang membuat peserta didik patah semangat akibat terhambatnya keinginan mereka untuk melanjutkan jenjang pendidikan, 5). Pengaruh budaya dan mengenal dunia luar yang bersifat negatif, dan 6). Ketidakcintaan terhadap pelajaran, yang disebabkan oleh cara guru mengajar dan mata pelajaran yang tidak disukai oleh peserta didik itu sendiri. 

Bentuk-bentuk malas belajar yang terjadi pada peserta didik atau anak-anak SMA pada umumnya yakni; 1). Tidak masuk sekolah dengan alasan sakit ataupun tanpa alasan, 2). Sering terlambat dan bolos pada jam pelajaran, 3). Tidak mengerjakan tugas, baik tugas individu maupun tugas kelompok, 4). Tidak fokus saat belajar, seperti tidak memperhatikan guru saat menjelaskan, bermain hp dan tidur disaat jam pelajaran berlangsung, dan 5). Tidak belajar sebelum ujian, kecenderungan masa bodoh dengan hasil yang mereka dapatkan  “ pasti naik kelas kok”.

Pertanyaannya bagaimana cara pengaplikasian Teori Segitiga Cinta dalam meningkatkan semangat belajar anak sma?, dalam kasus ini kita berbicara tentang peran orang tua, teman sebaya, dan guru. Dalam artikel Debora dan Joris mengatakan cinta merupakan sebuah cerita yang ditulis oleh seseorang mencakup suatu perasaan kasih yang mendalam terhadap orang lain atau suatu emosi yang kuat penuh kasih sayang terhadap seseorang yang bersifat positif serta memiliki pengaruh positif. 

BACA JUGA:Meningkatkan Literasi dan Karakter Siswa melalui Program 'SENYUM' di SDN 5 Manggar

Sternberg mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga komponen, yaitu: keintiman (intimacy), hasrat (passion), dan komitmen (commitment). Pada dasarnya, tiga komponen utama teori segitiga cinta yang dikemukakan oleh Sternberg akan kita analisis dalam pengaplikasian dunia pendidikan, dengan tujuan untuk meningkatkan semangat belajar peserta didik.

Komponen pertama keintiman (intimacy), menurut Sternberg keintiman adalah perasaan dalam suatu hubungan yang meningkatkan kedekatan, keterikatan, dan keterkaitan. Dengan kata lain bahwa intim mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu itu sendiri.  Melihat komponen keintiman dari aspek untuk meningkatkan semangat belajar peserta didik, maka yang akan kita bicarakan adalah bagaimana peranan orang tua, teman sebaya dan guru didalam meningkatkan semangat belajar peserta didik.  

Komponen kedua hasrat (passion), menurut Sternberg hasrat merupakan hal pertama yang menarik individu kedalam suatu hubungan. Dengan kata lain bahwa passion merupakan elemen yang menyebabkan peserta didik merasa ingin belajar, menikmati pembelajaran, ataupun melakukan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Komponen hasrat juga mengacu pada dorongan dan semangat yang mengarah akan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran, dan perasaan suka dengan pelajaran, komponen hasrat (passion) menitikberatkan pada personal peserta didik didalam semangat untuk belajar. 

BACA JUGA:Calon Tunggal Tidak Mengurangi Makna Demokratis Pilkada

Komponen ketiga komitmen (commitment), menurut Sternberg komponen ini menjadi hal yang esesnsial untuk bisa melalui saat-saat sulit dan mengembalikan masa-masa yang lebih baik. Komitmen sebenarnya merujuk pada ketetapan peserta didik untuk bertahan dan tetap semangat untuk belajar, pada saat peserta didik mengalami kondisi jenuh dalam belajar. Hal ini sebenarnya lahir dari personal peserta didik  itu sendiri, tentang bagaimana peserta didik menyikapi situasi dan kondisi yang membuat mereka berada pada fase kejenuhan belajar. 

Pada dasarnya dalam meningkatkan semangat belajar peserta didik, kita perlu mengaplikasikan tiga komponen dalam teori segitiga cinta menurut Sternberg secara bersamaan, karena tiga komponen tersebut saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain, untuk melahirkan dan menumbuhkan semangat belajar pada setiap peserta didik. Melalui analisis yang dilakukan bahwa keterkaitan antara personal peserta didik dengan lingkungan disekitarnya sangat berpengaruh dan berperan penting untuk meningkatkan semangat belajar. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan