Susun RUPTL Terbaru, PLN Dukung Percepatan Transisi Energi

xecutive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Warsono (kanan) dalam Katadata Sustainability for The Future Economy (SAFE) 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/2024). ANTARA/HO-Katadata--

BELITONGEKSPRES.COM - PT PLN (Persero) terus berkomitmen untuk mendukung percepatan transisi energi di Indonesia dengan menyusun rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) terbaru.

Dalam acara Katadata Sustainability for The Future Economy (SAFE) 2024 di Jakarta pada Kamis, Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono, mengungkapkan bahwa draf RUPTL yang terbaru akan melakukan revisi terhadap RUPTL 2021-2030.

“Revisi ini merupakan bagian dari komitmen PLN untuk mempercepat transisi energi menuju nol emisi bersih,” jelas Warsono.

RUPTL terbaru menargetkan peningkatan porsi pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi 75 persen dari sebelumnya 51 persen. Sisa 25 persen akan berasal dari pembangkit berbasis gas.

BACA JUGA:Dampak Impor Tekstil Ilegal, KemenkopUKM Sebut 67 Ribu Pekerja Berpotensi Kehilangan Pekerjaan

BACA JUGA:Menguak Potensi Ekspor Kemiri Indonesia: Peluang Emas bagi Petani

Warsono menambahkan bahwa RUPTL terbaru akan menjadi yang paling ramah lingkungan dalam sejarah perseroan. PLN juga sedang menyusun strategi transisi energi dengan mengidentifikasi berbagai potensi EBT di tanah air.

Sebagai contoh, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) akan menjadi andalan sebagai energi terbarukan dasar, dengan rencana pembangunan kapasitas mencapai 13-14 gigawatt (GW). PLN juga akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga angin dengan kapasitas masing-masing sekitar 5 GW.

“Kami akan membangun EBT sesuai dengan potensi yang ada di Indonesia. Kami akan mengoptimalkan semua jenis EBT dengan memanfaatkan kelebihan dan mengatasi kekurangan masing-masing,” kata Warsono.

Namun, Warsono juga mengidentifikasi beberapa tantangan dalam penyediaan energi hijau, seperti ketidaksesuaian antara lokasi suplai EBT dan wilayah permintaan. Misalnya, potensi energi geothermal mayoritas berada di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan permintaan energi terbesar ada di Jawa.

BACA JUGA:Pemerintah Tidak Beri Insentif Mobil Hybrid, Pengamat Otomotif Berikan Pendapat

BACA JUGA:Menko Marves: Indonesia Akan Menjadi Negara Produsen Anoda Baterai Terbesar Kedua di Dunia

“Oleh karena itu, kami akan mengembangkan teknologi green enabler untuk sistem transmisi yang menghubungkan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Batam, Bali, dan daerah lainnya, sehingga kami bisa memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan,” jelasnya.

Tantangan lainnya termasuk pendanaan untuk pembangunan pembangkit hijau. PLN berencana untuk lebih banyak memanfaatkan pendanaan dari sektor swasta dan internasional, termasuk melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan