Partisipasi Masyarakat Jadikan Pesta Demokrasi Luber dan Jurdil
ilustrasi; logo pemilu--
Berikutnya Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat. Mereka memperebutkan 580 kursi DPR RI di 84 daerah pemilihan (dapil).
Khusus pemilu anggota DPRD provinsi, kontestan akan memperebutkan 2.372 kursi di 301 dapil, sedangkan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota terdapat 2.325 dapil dengan jumlah 17.510 kursi. (Sumber: KPU RI)
BACA JUGA:Menerima Mahasiswa Internasional di Bangka: Peluang dan Tantangannya
BACA JUGA:Fanatisme Politik Masyarakat Indonesia
Pada Pemilu 2024 juga diikuti enam partai politik lokal, yakni Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh.
Sementara itu, pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 diikuti tiga pasangan calon, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.
Pemilu yang dijadwal pada tanggal 14 Februari 2024 diikuti pula peserta perseorangan untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan daerah pemilihan (dapil) 38 provinsi. Mereka memperebutkan empat kursi di setiap dapil.
Pada tahapan kampanye dan/atau masa tenang bisa jadi ada oknum calon anggota legislatif (caleg) dan/atau tim sukses pasangan calon mulai bergerilya dengan mendatangi rumah warga. Mereka memberi iming-iming sekian lembar uang rupiah untuk memilih caleg dan/atau paslon tertentu.
Di sinilah pentingnya kepedulian warga di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) untuk meminimalkan praktik politik uang (money politic) di lingkungan sekitar. Oknum caleg akan berpikir seribu kali jika menghadapi masyarakat yang melek pemilu.
Apalagi, ketentuan praktik politik uang ini sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2023.
Disebutkan dalam Pasal 278 ayat (2) bahwa selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk memilih pasangan calon, parpol peserta pemilu tertentu, dan/atau caleg tertentu.
Bahkan, mereka yang menyuruh golput atau tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang pun terancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta (vide Pasal 523 UU Pemilu).
Larangan dalam kampanye juga termaktub dalam Pasal 280 dan Pasal 284. Sanksi atas pelanggaran larangan kampanye diatur dalam Pasal 515 dan Pasal 523 UU Pemilu.
Dalam Pasal 515 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Bahkan, ditegaskan pula dalam Pasal 286 bahwa pasangan calon maupun caleg jika terbukti melakukan praktik politik uang dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon dan caleg oleh KPU, ditambah lagi sanksi pidana.