Perlu Kecermatan Merangkai Regulasi BBM Subsidi

Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di salah satu SPBU Desa Kuta Padang, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Jumat (23/2/2024). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/YU--

BACA JUGA:Pemberantasan Korupsi di Era Disrupsi Teknologi

Selain itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengajukan kuota distribusi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite sebesar 31,33 juta KL “33,23 juta KL kepada Kementerian Keuangan untuk penyusunan RAPBN tahun anggaran 2025.

Batas atas dari proyeksi Pertalite tersebut sekitar 2 juta KL lebih tinggi dibandingkan dengan kuota APBN untuk penyaluran Pertalite pada 2024, yakni 31,704 juta KL, maupun kuota penyaluran Pertalite yang dialokasikan oleh BPH Migas sebesar 31,60 juta KL.

Dengan demikian, pembengkakan dapat terjadi pada subsidi dan kompensasi energi untuk tahun anggaran 2025.

Subsidi energi yang kian membengkak sejatinya menjadi pengingat bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi dampaknya, tidak hanya pembatasan penyaluran BBM bersubsidi, tetapi juga kenaikan harga BBM.

Kemungkinan tersebut tak dapat dimungkiri. Direktur Kebijakan Publik dari lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menilai bahwa realokasi subsidi harga BBM diperlukan untuk mengurangi beban fiskal yang diakibatkan oleh subsidi BBM.

BACA JUGA:Menyimak Persiapan Pelaksanaan Upacara Bersejarah HUT Ke-79 RI di IKN

Pada 2024, Pemerintah menetapkan target subsidi energi sebesar Rp189 triliun.

Anggaran tersebut seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur yang penting bagi pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan transportasi publik dan subsidi pendidikan dan kesehatan, alih-alih dialokasikan untuk menutupi defisit anggaran yang diakibatkan oleh subsidi BBM ini.

Oleh karena itu, Pemerintah perlu menerapkan beberapa langkah dalam melakukan realokasi subsidi BBM. Pertama, kebijakan tersebut harus dilakukan secara bertahap. Kedua, untuk meminimalisasi dampaknya, sebagian dana subsidi BBM harus dialokasikan untuk bantuan atau perlindungan sosial.

Di samping itu, perlu ada program untuk melindungi kelas menengah secara ekonomi, yang bisa berupa subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, hingga diskon dan dukungan untuk transportasi publik.

BACA JUGA:Penguatan Peran BNPT dalam Mencegah Aksi Terorisme

Dengan demikian, ruang fiskal dari subsidi BBM digunakan untuk mendorong ekonomi produktif dan jaring pengaman sosial, sekaligus menjaga daya beli, penerimaan pajak, dan struktur ekonomi makro secara umum.

Keputusan mengenai kenaikan harga BBM subsidi sangat sensitif dan berdampak besar bagi perekonomian masyarakat. Efek dari keputusan tersebut tak hanya terasa di lapisan atas, tetapi meresap hingga ke akar rumput.

Oleh karena itu, Pemerintah harus hati-hati dan cermat dalam memperhitungkan berbagai implikasinya sebelum menetapkan besaran subsidi energi. (*) (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan