Perlu Kecermatan Merangkai Regulasi BBM Subsidi

Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di salah satu SPBU Desa Kuta Padang, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Jumat (23/2/2024). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/YU--

Lembaran Rp2.000 acapkali terasa remeh. Tak jarang, lembaran itu tercecer di jalan, terselip di bawah meja, bahkan direlakan dalam berbagai transaksi jual beli akibat nominalnya yang terkesan mungil.

Akan tetapi, Rp2.000 tak dapat diremehkan ketika ia menjelma menjadi nominal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sebagaimana yang terjadi pada 2014 silam.

Pada 18 November 2014, Presiden Joko Widodo pada awal memimpin negeri ini, menyesuaikan harga bensin Premium (gasoline) RON 88 dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter, serta minyak solar (gas oil) bersubsidi dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter.

Dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut berbuntut pada angka realokasi subsidi BBM yang mencapai Rp211,3 triliun.

BACA JUGA:Upaya Pemerintah Memacu Ekonomi Digital Menjadi Negara Maju

Hanya dengan Rp2.000, negara memperoleh keleluasaan untuk merealokasi subsidi hingga ratusan triliun rupiah.

Sayangnya, kebijakan tersebut memicu kenaikan harga kebutuhan pokok, baik yang berupa bahan makanan, makanan jadi, kebutuhan sandang, kesehatan, dan lain-lain. Pada Desember 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya inflasi sebesar 2,46 persen.

Isu kenaikan harga BBM memang bisa merembet ke berbagai sisi, mulai kelangkaan hingga pembatasan BBM bersubsidi sehingga dapat menimbulkan keresahan masyarakat yang bermuara ke panic buying.

Walakin, Presiden Jokowi menyatakan sejauh ini Pemerintah belum membahas tentang kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Hal serupa juga ditegaskan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.

BACA JUGA:Gibran, dari Solo untuk Indonesia

Terlebih, pembatasan tersebut tidak dapat dilakukan sebelum tuntasnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

BACA JUGA:Menyimpan Emas Pilihan Strategis bagi Entitas Bisnis

Revisi Perpres 191/2014

Sesungguhnya, rencana pembatasan penyaluran BBM bersubsidi bukanlah hal baru. Wacana pembatasan tersebut sudah muncul sejak usulan revisi Perpres 191/2014 yang mengatur tata niaga BBM diajukan pada pertengahan 2022.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan