Cara Mengatasi Demoralisasi di Tengah Gempuran AI: Peran Pendidikan dan Literasi
Mangifera Indica Juarsyah, S.Pd (Dok. Pribadi)--
Menilik sebuah pengaruh globalisasi di tengah perkembangan teknologi, menjadi buah hal yang unik. Melihat perkembangan teknologi yang semakit pesat dan terus memberikan berbagai macam perubahan dan dampak yang sangat signifikan. Lalu bagaimana dengan realitas yang terjadi, serta dampak dari perkembangan teknologi, yang salah satunya dapat dilihat dari kehadiran kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan IA.
Lalu apa itu AI?, dikutip dari laman aws.amazon.com yang memberikan penjelasan bahwa AI merupakan sebuah kecerdasan buatan bidang ilmu komputer khusus untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar. Lalu apa keterkaitan demoralisasi terhadap kehadiran AI ?, secara sederhana demoralisasi merupakan sebuah konsep dalam bidang keilmuan sosiologi yang menjelasakan tentang sebuah kemerosotan akhlak atau kerusakan moral, yang salah satunya diakibatkan oleh pengaruh globalisasi yang tidak mampu untuk difilter.
Penurunan moral ditandai dengan berubahnya perilaku, sikap dan tingkah laku dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Maka konotasi ketika kehadirian AI yang dimanfaatkan sesuai dengan koridornya, hal ini akan berdampak positif. Namun sebaliknya ketika AI tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, maka kehadirian AI berdampak pada demoralisasi generasi muda saat ini.
BACA JUGA:Membela Calon Generasi Emas dari Ancaman Judi Online
BACA JUGA:Menghidupkan Semangat Baru: MPLS yang Edukatif, Berkesan dan Inspiratif
Hal ini sangat dikhawatirkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan generasi milenial, ketika pemanfaatan AI tidak sesuai dengan koridornya. Terlebih lagi generasi milenial cenderung menginginkan segala sesuatunya secara instan, tanpa memiliki keinginan untuk menilik segala sesuatunya secara mendalam. Sehingga generasi milenial cenderung mudah untuk termakan berbagai macam berita tanpa tahu kejelasan pasti dari berita tersebut (HOAX).
Faktanya, banyak peserta didik maupun mahasiswa memanfaatkan AI sebagai sarana untuk memudahkan mereka dalam mengerjakan tugas, sebenarnya tindakan tersebut menjadi sebuah hal yang sah, ketika mereka hanya menjadikan AI sebagai referensi untuk membuka pola pikir awal atau sebagai bentuk stimulus. Namun yang menjadi kesalahan ketika mereka menjadikan AI sebagai rujukan atau sumber referensi utama dalam pembuatan tugas tersebut, tanpa adanya tindakan untuk mencari sumber lain sebagai rujukan ataupun referensi utama. Hal ini akan berdampak buruk pada minimnya literasi generasi milenial saat ini, hingga seakan-akan di era digitalisasi saat ini mendukung kemalasan berliterasi generasi milenial.
Berdasarkan data yang dikutip dari klikpendidikan.id menjelaskan bahwa literasi ditingkat sekolah menengah atas (SMA) mengelami penurunan sebanyak 4,59 % dimana pada tahun 2022 angka literasi pada anak-anak SMA berada diangka 53,85%, sedangkan pada tahun 2023 angka literasi anak-anak SMA berada diangka 49,26%. Hal ini menjadi rujukan bahwa adanya penurunan yang cukup signifikat terhadap literasi anak-anak sekolah menengah atas. Selanjutnya berdasarkan data yang dikutip dari CNBC Indonesia.com menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara terendah terhadap literasi di ASEAN dengan persentase 62%, hal ini sangat jauh berbeda dengan negera-negara ASEAN lainnya yang mencapai angkat rata-rata persentase literasinya diangka 70%.
BACA JUGA:Menyiapkan SDM Andal Penopang Pembangunan IKN
BACA JUGA:Tawaf Disetiap Embusan Napas
Sehingga dengan minimnya literasi yang dimiliki oleh generasi milenial saat ini, sangat berdampak buruk terhadap perkembangan dan pertumbuhan bepikir dari generasi milenial. Sedangkan pada dasarnya literasi menjadi pondasi terpenting untuk menjaga kestabilan terhadap berbagai macam ancaman-ancam yang bisa saja mengadu domba satu sama lain. Terlebih lagi Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengguna Tiktok terbanyak ke dua didunia setelah Amerika Serikat, dengan jumlah pengguna sebanyak 113 juta pengguna.
Pada dasarnya media sosial tiktok juga menjadi bagian dari kecerdasan buatan (AI). Hal ini yang sangat memperihatikan ketika para pengguna tiktok tersebut tidak dibekali dengan literasi yang matang, sehingga banyak sekali para pengguna tiktok termakan dengan berbagai macam informasi-informasi yang tidak jelas. Hingga tidak jarang banyak hal-hal yang berujung dengan perpecahan seperti halnya ujuran kebencian yang saling menyudutkan satu sama lain, berbagi macam pornografi yang bersebaran hingga banyaknya terjadi kasus pelecehan seksual, dan berbagai macam kasus-kasus lainnya yang berdampak pada demoralisasi generasi milenial saat ini.
Tidak hanya berpokus pada kemalasan dalam berliterasi, namun hal ini juga berdampak pada semangat berjuang generasi milenial, dengan kondisi yang mampu memberikan kemudahan. Maka generasi milenial menganggap segala sesuatunya bisa didapatkan dengan mudah. Tidak hanya itu saja dengan adanya berbagai macam IA saat ini, kecenderungan berpikir secara logike pada generasi milenial menjadi menurun, yang dimana pada dasarnya berpikir logike dimaksud sebagai sebuah metode, prinsip, dan hukum berpikir yang mampu memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga mampu menarik sebuah kesimpulan dari pemahaman yang baik maupun yang buruk.
Maka dari itu di tengah perkembangan dan pertumbuhan kecerdasan buatan (AI) saat ini. Generasi milenial harus dibekali dengan literasi yang matang, bukan berarti perkembangan digitalisasi saat ini harus ditolak secara mentah-mentah, namun penting adanya filter terhadap perkembangan dan perubahan tersebut. Salah satunya dengan meningkatkan literasi untuk mengasah kecerdasan dan keterampilan berpikir yang baik. (*)