Luasnya Peluang Ekspor Durian Indonesia

Pedagang durian menunggu pembeli di salah satu ruas jalan di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (2/4/2023). Durian yang berasal dari sejumlah daerah di Sulteng tersebut sebagian besar hanya bisa dijual di pasar lokal dan regional karena terkendala sertifikat k--

Setiap Pusat Agrowisata Durian (Durian Agrotourism Centre, DAC) memiliki varietas unggul masing-masing, karakter unik dan khas daerah setempat atau memiliki Indikasi Geografis (IG).

Hal ini memberikan kesempatan bagi setiap sentra untuk menarik wisatawan untuk mengunjungi tempat mereka. Selain itu, objek agrowisata dapat dioperasikan oleh kebun dengan ukuran kecil hingga menengah mulai dari 1—25 hektare untuk menarik pengunjung lokal dan juga turis internasional.

Mereka dapat mengunjungi berbagai agrowisata durian di Indonesia setiap saat sepanjang tahun, tergantung pada musim panen masing-masing daerah, dan pada saat yang sama mengunjungi wisata lainnya, seperti budaya, pegunungan, pantai, dan tempat bersejarah.

BACA JUGA:World Water Forum Sebagai Upaya Mencapai Keadilan Akses Air Bersih

Pengembangan bisnis durian juga memberikan efek domino berupa jasa lainnya, seperti seperti akomodasi, transportasi, makanan dan minuman, serta cendera mata.

Praktisi pupuk dan tanaman hortikultira, Catur Dian Mirzada, mengatakan kunci dalam membangun durian Nusantara adalah petani cerdas, negara mendukung, dan durian Indonesia mendunia.

“Petani sebagai pelaku budi daya harus paham merawat durian (on farm) dan memasarkan (off farm),” kata Marketing Manager produsen pupuk PT Meroke Tetap Jaya itu.

Durian-durian Indonesia harus memiliki “nama” yang lebih baik jika terdaftar resmi (jaminan dan tanggung jawab genetik), harus adaptif, produktif, tersebar, dan memiliki nilai jual yang baik.

Durian unggul idealnya memiliki edible portion atau porsi yang bisa dikonsumsi hingga 40 persen, warna, dan rasa yang menggoda.

“Konsumen bisa ‘mengulang’ enaknya, mudah, dan tersedia. Jangan menjadi durian siluman,” kata Catur. Durian siluman maksudnya ketika konsumen hendak mencari kembali, durian itu “menghilang” atau tidak tersedia di pasaran.

Salah satu masalah budi daya durian di Indonesia adalah tingkat keberhasilannya rendah, yaitu hanya 30,3 persen.

BACA JUGA:Menilik Peluang Pembentukan Global Water Fund di Masa Depan

Penjualan bibit durian bersertifikat setiap tahun rata-rata 1.416.647 batang atau setara penanaman 14.616,4 ha per tahun. Populasi durian rata-rata 100 tanaman per ha. Namun, tambahan luas areal panen durian dalam 11 tahun terakhir hanya 48.689 ha. Artinya, setiap tahun hanya bertambah 4.426,3 ha.

Masalah lain seperti anggaran, sumber daya manusia/tenaga kerja, persoalan budi daya (kebutuhan air, cara memangkas cabang, pengendalian hama dan penyakit tanaman, mengatur pupuk organik dan pupuk anorganik).

Sekadar contoh, anggaran mengebunkan durian mencapai Rp117.370.000 per hektare per tahun. Petani idealnya menyediakan air selama pertumbuhan durian (berumur 1—2 tahun) yakni 5 liter per 1 m2 per hari. Namun, ketika umur tanaman lebih dari 3 tahun, kebutuhan itu terpenuhi dalam 2—3 hari. “Kekurangan dan kelebihan penyiraman sama bahayanya,” ujar Catur.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan