Aksi Damai, Jurnalis di Babel Tolak Pengesahan RUU Penyiaran
Aksi damai jurnalis di depan pintu utama Gedung DPRD Babel, Selasa 21 Mei 2024--
PANGKALPINANG, BELITONGEKSPRES.COM - Puluhan jurnalis dari berbagai organisasi di Bangka Belitung (Babel) mengadakan aksi damai menolak pengesahan RUU Penyiaran Tahun 2024 yang diusulkan oleh DPR RI.
Para peserta aksi damai ini berasal dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Pangkalpinang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Babel, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Babel, dan Pers Mahasiswa Universitas Babel.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pangkalpinang, Barlyanto, dalam orasinya menyatakan bahwa Aliansi Jurnalis Indonesia menilai draf RUU Penyiaran (versi Maret 2024) mengancam kebebasan pers.
"AJI menolak draf RUU ini karena banyak pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM), seperti larangan jurnalisme investigasi dan pengalihan wewenang Dewan Pers kepada KPI (Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c)," ujar Barlyanto usai memimpin aksi damai di depan pintu utama gedung DPRD Babel, Selasa 21 Mei 2024.
Selain itu, kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial juga dikecam. Hal ini dianggap akan mengancam kebebasan konten kreator dan lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.
BACA JUGA:Limbah Perusahaan Tambak Udang Dibuang ke Laut, Nelayan Kesal Tangkapan Anjlok
BACA JUGA:3 Calon Gubernur Babel dari PDIP di Pilkada 2024, Ini Kandidat di 7 Kabupaten/Kota
Kemudian, konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang dianggap mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36).
Ketua IJTI Bangka Belitung Joko Setyawanto, menambahkan bahwa Pasal 52B ayat 2 dalam RUU Penyiaran melarang penayangan eksklusif berita investigasi.
"Ini mematikan pers. Investigasi adalah inti dari jurnalisme. Tanpa itu, apa yang harus dilakukan jurnalis? Tidak mungkin masyarakat hanya disuguhkan berita seremonial dengan nilai berita yang sangat rendah," tegas Joko.
Joko menegaskan bahwa proses mengumpulkan data, mencari, mengolah, dan menyajikannya adalah bagian dari investigasi. Jika hal ini dilarang, maka apa yang harus dilakukan oleh jurnalis? Tidak mungkin masyarakat hanya disuguhkan berita seremonial yang memiliki nilai berita yang sangat rendah.
"Proses investigasi mulai dari pengumpulan data hingga penyajian, adalah esensi jurnalisme. Larangan ini mengancam kebutuhan masyarakat akan informasi yang kredibel dan menjadi ancaman bagi demokrasi, bukan hanya jurnalisme," tegasnya.
BACA JUGA:Stafsus Dirut Timah Diperiksa Terkait Korupsi Timah Babel, Bersama 5 Saksi Lainnya
BACA JUGA:1000 Ulama Berkumpul di Sungailiat, Presiden Jokowi Akan Hadir di Ijma' Ulama ke-8