Bambu, Si Serbaguna untuk Masa Depan Industri Berkelanjutan

Peserta menampilkan kostum berbahan bambu pada Karnaval Pawang Nusantara di Papring, Banyuwangi, Jawa Timur. Karnaval masyarakat tepi hutan yang menampilkan berbagai atraksi dan kostum berbahan produk lokal itu untuk mengangkat potensi kerajinan tangan da--

Kayu saat ini memang masih menjadi bahan utama untuk berbagai produk seperti veneer, panel, dan furnitur. Ini terjadi karena ketersediaan kayu di Indonesia masih cukup banyak dan kemudahan pembentukannya.

Namun, di sisi lain permintaan produk yang ramah lingkungan juga terus meningkat. Tak hanya konsumen yang mulai mencari produk yang ramah lingkungan, negara-negara tujuan ekspor di Eropa, misalnya, juga mulai menuntut produk yang lebih berkelanjutan.

Bambu memiliki potensi besar untuk menggantikan kayu karena beberapa alasan. Bambu dikenal sebagai tanaman yang memiliki siklus panen yang jauh lebih cepat dibandingkan kayu, memungkinkan produksi berkelanjutan tanpa deforestasi.

Pertumbuhan bambu juga cepat, mencapai 60-90 cm per hari, tergantung kondisi tanah dan iklim. Pertumbuhan bambu jauh lebih cepat dibandingkan pohon kayu yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun untuk tumbuh.

BACA JUGA:Pendidikan yang Memerdekakan

Bambu, di sisi lain, adalah tanaman herba raksasa yang memiliki siklus hidup yang lebih pendek, dengan waktu panen hanya 3-4 tahun. Bambu dapat dipanen secara berkelanjutan setelah mencapai kematangan, tanpa perlu menebang seluruh tanaman.

Indonesia memiliki ratusan jenis bambu dan semuanya memiliki potensi untuk diproduksi menjadi produk-produk bambu yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan serbaguna.

Tantangan

Namun, pengembangan industri bambu di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Sejumlah tantangan utama adalah keterbatasan teknologi, struktur industri, dan ketersediaan bahan baku.

Indonesia masih tertinggal dalam hal teknologi dan riset dan pengembangan bambu. China saat ini mendominasi ekspor bambu dunia dengan 70 persen, dan hal ini menunjukkan keunggulan mereka dalam teknologi serta riset dan pengembangan bambu.

“Indonesia itu baru di peringkat 10, paling proporsinya satu persen dari total nilai ekspor dunia,” kata  Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian,  Setia Diarta, menjelaskan.

Dari segi struktur industri, industri bambu Indonesia masih terkendala oleh lemahnya pendukung industri, seperti kontinuitas bahan baku, komponen dalam negeri, dan daya saing yang rendah. Ini disebabkan salah satunya oleh pengelolaan bambu yang tersebar dan banyak dikelola oleh koperasi, sehingga rantai logistik menjadi panjang dan mahal.

BACA JUGA:Kurikulum Merdeka Bagi Seluruh Anak Indonesia

Tantangan lainnya adalah ketidakpastian ketersediaan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh lokasi bambu yang tersebar.  Indobamboo Bali misalnya, menjadi salah satu perusahaan bambu yang sedang dalam proses moratorium atau berhenti produksi sementara karena ketidakpastian bahan baku.

Untuk membangun industri bambu berarti diperlukan lahan bambu yang cukup. Saat ini luas lahan kebun bambu di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Kemenperin masih melakukan perhitungan dan pemetaan lokasi bambu di seluruh Indonesia.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan