10 Tanda Lemahnya Iman
H Johan Muhammad Nasir -Dok Pribadi---
BACA JUGA:Mengerem Syahwat Kekuasaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ عَنِ الصَّفِّ الأَوَّلِ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى النَّارِ
“Tiada henti-hentinya suatu kaum mengakhirkan dari shaf pertama sehingga Allah mengakhirkan mereka dalam neraka.” (HR. Abu Daud No. 679)
Ketika ia tidur, sama sekali tidak memiliki kewaspadaan jika saja tidurnya melampaui jadwal waktu shalat. Bahkan ia tidak berhasrat untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan.
Ia tidak peduli untuk ikut shalat Ide bersama kaum muslimin. Ia tidak peduli untuk ikut menyalatkan dan mengantar jenazah muslim ke pemakamannya. Ia tidak peduli untuk ikut melaksanakan shalat gerhana bersama kaum muslimin.
Gambaran ini sangat bertolak belakang dengan sifat seorang mukmin sejati sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wajalla,
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ
“Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sungguh, mereka selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
BACA JUGA:Islam Melindungi Perempuan dari KDRT
BACA JUGA:Home Visit, Langkah Proaktif Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Menyelesaikan Permasalahan Siswa
Kedua: Melakukan kedurhakaan dan dosa
Tanda lemahnya iman yang kedua adalah melakukan kedurhakaan dan dosa. Jika diri kita mulai merasa ringan melakukan kedurhakaan, perbuatan dosa, dan perbuatan maksiat, bisa jadi iman kita sedang melemah.
Terlalu sering melakukan kedurhakaan bisa berubah menjadi kebiasaan. Jika telah menjadi kebiasaan, otomatis ia akan merasa berat untuk meninggalkannya. Secara perlahan, rasa takut dan kesadaran bahwa itu adalah perbuatan dosa pun akan hilang dari lubuk hatinya. Akhirnya, pelakunya mulai berani melakukan kedurhakaan secara terang-terangan.
Persis seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam hari, kemudian ketika pagi dia berkata (kepada orang lain), ‘Hai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu!’, padahal di waktu malam Rabbnya telah menutupinya (yaitu tidak ada orang yang mengetahuinya), namun di waktu pagi dia membongkar tirai Allah terhadapnya (yaitu menyampaikan kepada orang lain).” [HR. Al-Bukhari No. 6069; HR. Muslim No. 2990]
Ketiga: Tidak marah jika menyaksikan pelanggaran syariat