Hendrya Sylpana

Kisah 'Kartini' dari Lampung memberdayakan anak-anak termarginalkan

Dua orang perempuan Lampung penjangkau anak termarjinal, kiri Uniroh penggagas PKBM Pesona Tegal Mas dan kanan Maria Novitawati penggagas ruang inklusi berupa SLB, balai latihan kerja, dan kafe bagi pekerja disabilitas di Lampung. ANTARA/Ruth Intan Sozome--

BACA JUGA:Menebar Cita Rasa Robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

PKBM Pesona Pulau Tegal kini memiliki ruang belajar berlantai keramik meski tak cukup luas, dengan dilengkapi kursi meja, smart TV, papan tulis, mesin jahit bagi pendukung pembelajaran, sarana toilet, ruang baca, hingga satu unit kapal bagi operasional para relawan guru untuk menyeberang pulau setiap hari. Untuk menuju Pulau Tegal membutuhkan  waktu perjalanan sekitar 25-30 menit dari Dermaga Pantai Ringgung.

Keberadaan PKBM Pesona Pulau Tegal  telah mampu mengubah anak-anak menjadi sosok yang berbeda melalui pendidikan. Anak-anak yang sebelumnya sama sekali tidak bisa membaca hingga usia kelas 6 sekolah dasar, kini mereka telah mampu baca tulis, bahkan juga mengikuti mata pelajaran layaknya siswa di sekolah formal di seberang pulau.

Hal tersebut membuat para orang tua siswa kini telah ikut serta berperan, dengan membantu menyediakan bensin bagi operasional kapal para guru relawan. Bahkan, para bapak melakukan piket harian untuk mengantar para guru menyeberang menggunakan kapal didampingi  para ibu di pulau tersebut.  

Jumlah siswa PKBM Pulau Tegal saat ini  sebanyak 35 anak. Mereka  ada di jenjang SD, SMP, dan SMA. Sekolah informal itu memiliki delapan orang guru relawan sesuai bidang studi di kurikulum peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Meski berdiri sebagai sekolah informal PKBM Pesona Pulau Tegal tetap melakukan pembelajaran setiap hari, dan siswanya tetap menggunakan seragam sekolah layaknya sekolah formal, guna memberikan sensasi menjadi seorang yang tengah menjalankan pendidikan kepada anak-anak pulau.

Untuk memperkenalkan pendidikan kepada anak-anak pulau awalnya cukuplah sulit, karena mereka lebih gemar ikut melaut ataupun bekerja ketimbang belajar.

"Kadang baru belajar sampai pukul 10.00 WIB mereka sudah bosan. Jadi untuk menyiasati para guru relawan membawakan berbagai jajanan dari uang pribadi mereka guna menarik perhatian anak-anak agar mau belajar. Dulu anak-anak terlihat kumuh kurang terawat, kurang percaya diri, tidak mau bersosialisasi dengan orang luar pulau, sebelum mereka memahami pendidikan. Tapi sekarang mereka bahkan ada yang berprestasi di olahraga dayung antarsekolah di seberang, dan ini memang sihirnya pendidikan mampu merubah anak-anak menjadi percaya diri serta terbuka," tambahnya.

BACA JUGA:Lebaran jadi Tuas Pendongkrak Sektor Parekraf

BACA JUGA:Irigasi Memadai Kunci Pencapaian Ketahanan Pangan Indonesia

Bahkan, saat ini telah ada beberapa siswa yang mendapatkan beasiswa melanjutkan di sekolah formal, dan  adapula yang lulus pendidikan tingkat SMA dan hendak melanjutkan pendidikan tinggi.

Dengan keberhasilan mengubah pola pikir warga dan anak-anak Pulau Tegal, Uniroh kini tengah merintis pembukaan pendidikan tingkat indria atau taman kanak-kanak di Pulau Tegal. 

//Memfasilitasi disabilitas

Berbeda dengan Uniroh yang bertangan dingin menjangkau anak-anak termarjinalkan di Pulau Tegal melalui pendirian PKBM, "Kartini" asal Lampung lainnya yaitu Maria Novitawati  yang seorang psikolog mencoba memberikan pendidikan vokasi dan akses pekerjaan kepada anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas.

Pendidikan vokasi yang dilakukan Maria  melalui pembentukan ruang kerja inklusi dan pelatihan kerja bagi difabel di Cafe Energi Positif  serta Dapur Grow Suka Makan. Pendidikan ini mampu memfasilitasi tenaga kerja disabilitas dari sekolah luar biasa yang telah dinyatakan lulus pendidikan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan