Kisah 'Kartini' dari Lampung memberdayakan anak-anak termarginalkan

Dua orang perempuan Lampung penjangkau anak termarjinal, kiri Uniroh penggagas PKBM Pesona Tegal Mas dan kanan Maria Novitawati penggagas ruang inklusi berupa SLB, balai latihan kerja, dan kafe bagi pekerja disabilitas di Lampung. ANTARA/Ruth Intan Sozome--

Berlatar belakang pendidikan psikologi dan pernah menjadi pengajar di taman kanak-kanak (TK) pada 2004 silam, Maria tak menyangka dirinya diberikan mandat oleh Sang Maha Kuasa untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus. 

Ia memberanikan diri mengurus anak-anak berkebutuhan khusus dengan membuka terapi pada 2007, kemudian dilanjutkan dengan membuka sekolah luar biasa Growing Hope di 2010 hingga kini.

BACA JUGA:Termakan Janji Manis Eksistensi Timah, Sikaya Berubah jadi Miskin

BACA JUGA:271 Triliun Itu Nilai Kerusakan Alam Babel, Berapa Kerugian Keuangan Negara?

Tak berhenti di situ,  ia pun tergerak untuk membuat lembaga pelatihan kerja bagi anak disabilitas sekaligus ruang bekerja bagi mereka setelah melihat banyak kekhawatiran dari orang tua siswa yang kebingungan anak mereka harus bekerja dimana, dan mampukah mereka diterima oleh masyarakat sebagai angkatan kerja.

Kafe inklusif Energi Positif dan Dapur Grow Suka Makan ini terbentuk atas kekhawatiran dan kebutuhan penyerapan tenaga kerja disabilitas yang sudah selesai di SLB. Banyak pertanyaan dari orang tua siswa, anak saya harus kemana. Ini pertanyaan singkat tapi sulit dijawab serta menjadi masalah besar yang harus dipikirkan.

"Akhirnya kami latih guru di SLB untuk memiliki keterampilan tataboga agar bisa melatih anak-anak memiliki keterampilan tataboga di Dapur Grow Suka Makan, dan bagi yang sesuai kualifikasi dari segi keseimbangan emosi, daya tangkap pesan, daya simpan memori dan berbagai hal bisa bekerja di Kafe Energi Positif," kata Maria berkisah.

Menurut dia, meskipun anak-anak berkebutuhan khusus ini mampu terfasilitasi terserap menjadi tenaga kerja sekaligus memiliki keterampilan kerja, mereka harus terus mendapatkan pendampingan dari guru pendamping ataupun pekerja pendamping khusus yang terbagi dalam tim-tim.

Sebab, para anak difabel tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga tidak semua bisa bertemu langsung dengan konsumen ataupun mengatasi keramaian layaknya pekerja biasa.

Mereka hanya boleh bekerja selama lima jam tidak boleh lebih, karena kadang ada perubahan suasana hati tiba-tiba, dan mereka mudah kelelahan. Setiap anak akan diobservasi sebelum ditempatkan dan diberi tugas bekerja. Bagi yang komunikasi verbal baik akan diminta untuk menjadi pramusaji, yang secara motorik baik akan di dapur, dan yang belum bisa fokus atau masih suka tantrum akan ditempatkan di bagian produksi di Dapur Grow Suka Makan.

BACA JUGA:Pentingnya literasi atasi kriminalitas di era digital

BACA JUGA:Kiat menggunakan THR secara bijak berdasarkan skala prioritas

"Mereka tidak bisa disamaratakan serta harus mendapatkan perintah-perintah dan pengawasan khusus agar pekerja difabel terhindar dari perundungan ataupun menjaga kenyamanan pelanggan," ujarnya.

Selain menyediakan ruang dan kesempatan bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk melakukan berbagai hal yang anak anak lain lakukan, Maria pun berusaha mengedukasi masyarakat agar lebih memahami serta terbiasa dengan para pekerja dan anak-anak disabilitas sekitar tanpa harus memberikan stigma negatif.

Kiprah dua orang wanita asal Lampung dalam meneruskan perjuangan Kartini ini telah menjadi contoh nyata bahwa perempuan pun bisa berkontribusi serta menjadi penggagas perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di dunia modern layaknya Ibu Kartini yang mampu mengubah kehidupan perempuan Indonesia dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih terang.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan