Menebar Cita Rasa Robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

Rumah Hanasta mempromosikan Kopi Lamaole dari Kampung Lamaole, Desa Lewotana Ole, Kecamatan Solor Barat dalam pameran ekonomi kreatif pada Festival Bale Nagi di Larantuka, Flores Timur, NTT sejak tanggal 2 April hingga 6 April 2024. ANTARA/Fransiska Maria--

SOLOR - Zakarias Daton Sinu berjalan cepat menuju ke arah perkebunan kopi yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya. Pria 72 tahun itu mengenakan jaket cokelat dengan ujung celana dimasukkan ke dalam sepatu boot berwarna kuning. Topi hitam di kepalanya bertuliskan "Kopi Lamaole Robusta Solor Coffee".

Dengan napas terengah-engah, pria lanjut usia itu menebas beberapa rumput liar di bawah pohon kopi miliknya. Tangannya terampil mematahkan tunas-tunas baru. Raut wajahnya serius. Sesekali ia membuang napas panjang di tengah cuaca yang dingin.

Zakarias merupakan salah seorang warga Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole,  Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menjaga tanaman kopi seperti menjaga anak sendiri. Ia menanam kopi sejak tahun 1968. Selama 56 tahun ia menjalani rutinitas sebagai petani kopi.

Tanaman kopi di Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole tumbuh subur di ketinggian 450-500 meter di atas permukaan laut. Bibit kopi itu dibawa dari wilayah Hokeng, Kecamatan Wulanggitang, pada tahun 1966. Setelah 2 tahun ditanam dalam kebun milik pemerintah desa, Zakarias mengambil anakan baru yang tumbuh dari beberapa pohon yang sudah ada terdahulu. Ia pun menanam anakan itu di kebunnya sendiri.

BACA JUGA:Lebaran jadi Tuas Pendongkrak Sektor Parekraf

BACA JUGA:Irigasi Memadai Kunci Pencapaian Ketahanan Pangan Indonesia

Zakarias sangat memperhatikan pertumbuhan pohon-pohon kopi miliknya. Setiap pukul 06.00,  ia pergi ke kebun kopi untuk menebas rumput liar atau mematahkan tunas-tunas baru. Tunas yang baru mesti dipatahkan, agar dahan pohon tidak menjulang terlalu tinggi. Cara sederhana itu diyakini dapat membuat buah kopi itu sehat dan besar.

Selama berpuluh-puluh tahun, Zakarias dan beberapa warga menjadikan kebun kopi sebagai salah satu sumber penghasilan keluarga. Namun, hasil kopi itu hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga atau sebagai buah tangan ke keluarga. Jika ada stok lebih, kopi dijual ke desa tetangga. Kopi biji dibanderol dengan harga Rp25 ribu per kilogram. Produksi kopi pun tak banyak, sekitar 15 kg hingga 20 kg saja per sekali panen. Padahal, dulunya produksi kopi dari desa itu bisa mencapai 100 kg.

Promosi kopi

Upaya mempromosikan kopi robusta dari Kampung Lamaole dilakukan oleh Rumah Hanasta, sebuah kedai kopi dan taman baca milik seorang anak muda asli Solor bernama Edo Sogen (34).

Pertama kali jenama Kopi Lamaole diangkat dalam Festival Bale Nagi yang menjadi Kharisma Event Nusantara dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, pada tanggal 2 April hingga 6 April 2024.

BACA JUGA:Termakan Janji Manis Eksistensi Timah, Sikaya Berubah jadi Miskin

BACA JUGA:271 Triliun Itu Nilai Kerusakan Alam Babel, Berapa Kerugian Keuangan Negara?

Dalam festival itu, Rumah Hanasta membawa 25 bungkus Kopi Lamaole berukuran 125 gram, 18 bungkus berukuran 60 gram, dan 1 kg green bean. Siapa sangka kopi robusta ini laris manis karena diburu pengunjung. Pada hari keempat pelaksanaan festival, semua jenis kopi beragam ukuran tersebut ludes terjual.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan