ELTC, Strategi Mencetak Lapangan Kerja Lewat Insentif Pajak
Ilustrasi - Pembayaran pajak-Sigid Kurniawan-ANTARA
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2025 sebanyak 7,28 juta orang, naik sekitar 83.000 dibandingkan tahun sebelumnya.Tingkat pengangguran terbuka ini sebesar 4,76% dari angkatan kerja.
Meski angka pekerja meningkat menjadi sekitar 145,77 juta orang, naik 3,59 juta dibandingkan Februari 2024, kenaikan tersebut belum mampu menyerap seluruh pekerja yang baru masuk ke pasar tenaga kerja.
Sementara itu, partisipasi angkatan kerja juga menunjukkan peningkatan, tetapi sektor informal tetap mendominasi; diperkirakan 55-65% dari total pekerjaan berada di sektor informal.
Pertumbuhan ekonomi, tentu saja, memerlukan struktur penyerapan tenaga kerja yang baik agar manfaatnya dirasakan secara merata. Namun realitasnya, ada mismatch keterampilan, teknologi yang otomatisasi, dan investasi yang kurang padat karya yang menyebabkan sebagian besar pekerjaan baru bersifat informal dan upah rendah.
Penelitian terkini dari arXiv menyebut bahwa sektor manufaktur di Indonesia selama dekade 2012-2020 menunjukkan fenomena anomali dan regresif: walaupun efisiensi industri meningkat, daya serap tenaga kerjanya justru menurun di banyak subsektor.
BACA JUGA:Mendorong Geografi Sebagai Fondasi Strategis Terwujudnya Asta Cita
Laporan ILO juga menyoroti bahwa provinsi-provinsi kaya komoditas, seperti Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau, memiliki tingkat pengangguran yang jauh di atas rata-rata nasional. Itu menunjukkan bahwa sumber daya alam saja tidak otomatis menghasilkan banyak pekerjaan formal.
Sehubungan dengan itu, timbul pertanyaan mendasar apakah kebijakan pajak dapat diubah agar lebih proaktif dalam menciptakan lapangan kerja, bukan hanya sebagai instrumen penerimaan negara?
Jawabannya: dapat. Misalnya dengan melalui skema Employment-Linked Tax Credit (ELTC), di mana perusahaan diberikan keringanan pajak jika berhasil menambah jumlah pekerja formal atau merekrut pekerja dari kelompok rentan (lulusan baru, pekerja muda, penyandang disabilitas, dll).
Walau skema ini belum diterapkan secara eksplisit di Indonesia, lembaga internasional seperti World Bank pernah menyemangati agar re-orienting tax incentives diarahkan ke sektor-sektor yang memiliki multiplier efek tinggi terhadap penciptaan lapangan kerja. Itu, misalnya, ada pada manufaktur, konstruksi, dan perdagangan tanpa mengorbankan penerimaan negara secara besar-besaran.
BACA JUGA:Mengibarkan Bendera Perang Melawan Konten Menyimpang
Dengan begitu, penerapan ELTC bukan hanya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan kesempatan kerja yang menjadi pondasi ekonomi hijau dan inklusif untuk rakyat banyak.
Kebijakan fiskal pendukung keadilan sosial
Selama ini pajak sering dipersepsikan semata-mata sebagai instrumen penerimaan—sebuah fakta yang tercermin dari kontribusi pajak terhadap APBN. Tetapi dari perspektif teori ekonomi publik, pajak juga dapat menjadi instrumen redistributif dan stimulus.
Dengan ELTC, pemerintah memberikan insentif fiskal terukur kepada perusahaan yang benar-benar menambah tenaga kerja formal.