BPJS Kesehatan Fokus Reaktivasi Kepesertaan JKN untuk Pastikan Perlindungan Bagi Masyarakat
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam siniar atau podcast dengan ANTARA di Jakarta, Selasa (4/2/2025)-Prisca Triferna- ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan bahwa salah satu prioritas utama mereka adalah reaktivasi kepesertaan untuk memastikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Dalam sebuah podcast dengan ANTARA di Jakarta pada Selasa, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa reaktivasi ini ditujukan kepada peserta yang menghadapi masalah kepesertaan, seperti tunggakan pembayaran iuran.
Ali mencatat bahwa hampir 98 persen penduduk Indonesia, atau sekitar 278 juta orang, telah terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meskipun ada sekitar 17 juta peserta yang menunggak. Berbagai pendekatan sedang diterapkan untuk mengatasi masalah ini, termasuk Program Pesiar yang bertujuan untuk memetakan peserta JKN di tingkat desa dan kelurahan.
BPJS Kesehatan juga telah meluncurkan Program New Rehab 2.0, sebuah inisiatif yang menawarkan rencana pembayaran bertahap yang lebih fleksibel bagi peserta JKN, termasuk mereka yang memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS).
BACA JUGA:Kementerian Agama Kaji Kurikulum Cinta untuk Bisa Diterapkan di Lembaga Pendidikan
BACA JUGA:Solusi untuk Antrean Panjang, Pengecer Diizinkan Lagi Jual LPG 3 Kg
"Program ini memungkinkan peserta untuk mencicil tunggakan iuran. Jika mereka menghadapi kesulitan keuangan, kami juga memiliki Reksadana khusus untuk mendukung Indonesia Sehat," ungkapnya.
New Rehab 2.0 merupakan penyempurnaan dari program cicilan tunggakan iuran sebelumnya, yang dikenal sebagai program Rehab yang diluncurkan pada Januari 2022. Selain itu, ada program Masyarakat Peduli JKN yang mengedepankan gotong royong masyarakat, badan usaha, dan entitas hukum lainnya untuk memberikan perlindungan finansial dengan mendaftarkan serta membayarkan iuran bagi peserta JKN-KIS yang menunggak, termasuk peserta bukan penerima upah dan pekerja mandiri.
Ali juga menyoroti pentingnya memperluas kepesertaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menyatakan bahwa pendekatan untuk kelompok ini perlu disesuaikan. "Kita perlu mempertimbangkan cara yang berbeda untuk UMKM, terutama yang berukuran mikro dan menengah, dibandingkan dengan mereka yang bekerja di perusahaan," jelasnya. (antara)