Kontroversi Trump, Aliansi Trans-Atlantik dan Keresahan Pemimpin Eropa

Donald John Trump berada di podium saat resmi menjabat sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat setelah mengambil sumpah jabatan di Capitol Rotunda, Washington DC, pada Senin (20/1/2025) waktu setempat-Youtube@Foxnews-ANTARA

Ia juga memperingatkan bahwa kebijakan Trump yang cenderung transaksional dapat memperburuk ketegangan di kawasan Eropa.

BACA JUGA: Inspirasi Kota Hijau di Tengah Panasnya Gurun Pasir

Kanselir Jerman Olaf Scholz juga ikut menegaskan bahwa kerja sama dengan AS tetap menjadi pilar utama keamanan Jerman dan Eropa.

Namun, ia mengingatkan bahwa Eropa harus memimpin dalam menentukan arah masa depan, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim, ketegangan dengan Rusia, dan kebijakan perdagangan yang semakin proteksionis.

Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou berbicara tentang tantangan besar yang bakal dihadapi Uni Eropa jika mereka tidak bersatu dalam merespons kebijakan Trump.

Bayrou menekankan bahwa hanya melalui kerja sama antara negara-negara Eropa-lah mereka dapat mengatasi tekanan yang semakin besar dari kebijakan AS yang terkesan mendominasi.

Menurutnya, kegagalan Eropa untuk bersatu dapat mengarah pada kehancuran ekonomi dan politik bagi Uni Eropa.

BACA JUGA:Uji Nyata Kementerian Baru, dari Harapan ke Realisasi

Aliansi yang terus diuji

NATO, sebagai aliansi militer trans-Atlantik utama, juga terpengaruh oleh kebijakan Trump.

Meskipun Trump berulang kali mengkritik kontribusi keuangan negara-negara anggota NATO, menuntut mereka membayar lebih banyak untuk anggaran pertahanan, NATO tetap menjadi pilar utama stabilitas dan keamanan di kawasan Eropa.

Keputusan Trump untuk mengurangi komitmen AS terhadap NATO dan menuntut negara-negara anggota meningkatkan anggaran militer menambah ketegangan kedua pihak.

Namun, kendati terjadi perbedaan pendapat, negara-negara Eropa, terutama yang berada di bagian timur, masih mengandalkan AS untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan yang terancam oleh Rusia. Contoh kasus yang paling menonjol adalah ngototnya Ukraina untuk menjadi anggota tetap NATO.

NATO  secara konsisten mendukung hak Ukraina untuk mempertahankan diri dan memilih pengaturan keamanannya sendiri. Hubungan antara NATO dan Ukraina telah berkembang sejak awal 1990-an, menjadi salah satu kemitraan paling substansial bagi aliansi tersebut. Sejak aneksasi ilegal Krimea oleh Rusia pada 2014, kerja sama telah ditingkatkan di berbagai area kritis.

BACA JUGA:Uji Nyata Kementerian Baru, dari Harapan ke Realisasi

Posisi AS dalam NATO tetap krusial, meski ada dinamika politik internal yang mempengaruhi hubungan trans-Atlantik. Selama masa jabatan Presiden Trump, AS menekankan pentingnya kontribusi keuangan yang lebih besar dari negara lain anggota NATO.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan