Kontroversi Trump, Aliansi Trans-Atlantik dan Keresahan Pemimpin Eropa
Donald John Trump berada di podium saat resmi menjabat sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat setelah mengambil sumpah jabatan di Capitol Rotunda, Washington DC, pada Senin (20/1/2025) waktu setempat-Youtube@Foxnews-ANTARA
Donald John Trump, pengusaha papan atas, politikus tangguh, dan pembawa acara berbakat, kembali menjadi magnet politik global.
Setelah memenangkan kursi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 2016, Trump tampil dengan gaya kepemimpinan yang khas, provokatif, berani, dan penuh kontroversi. Meski kerap diserang karena kebijakan dan ucapannya, daya tarik Trump tak bisa dipungkiri.
Bahkan kini, setelah melampaui masa jabatan yang penuh gejolak pada periode pertama 2017-2021, Trump kembali memegang kendali politik dengan terpilih sebagai presiden AS pada Pemilu 2024 dan dilantik menjadi presiden ke-47 AS pada Senin, 20 Januari 2025.
Kehadirannya sebagai pemimpin global membawa dampak besar, baik bagi masyarakat Amerika sendiri maupun dunia internasional, termasuk aliansi trans-Atlantik.
BACA JUGA:Gus Dur, Abdul Mu'ti, dan Libur Ramadhan
Dengan janji perubahan besar yang "mengguncang Amerika dan dunia", Trump berusaha membalikkan arah kebijakan luar negeri AS yang lebih terbuka dan berfokus pada multilateralisme, kembali mengedepankan pendekatan “America First” dan "Make America Great Again" (MAGA) yang menjadi ciri khasnya.
Setelah dilantik di Rotunda Capitol, Washington, DC, Trump gas pol dengan mengambil langkah-langkah eksekutif yang kontroversial.
Kebijakan luar negeri yang bertumpu pada prinsip "America First" kembali menegaskan posisi AS sebagai kekuatan utama, meskipun sering kali mengabaikan keseimbangan kerja sama internasional.
Salah satu langkah awal yang ia ambil adalah menyatakan “darurat energi nasional”, membatalkan kebijakan iklim yang lebih ramah lingkungan, dan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris 2016, sebuah langkah yang memicu kritik tajam dari banyak negara di dunia, khususnya di Eropa dan lembaga-lembaga internasional.
BACA JUGA:Strategi Cegah TPPO Secara Konsisten dan Menyeluruh
Trump juga menghidupkan kembali kebijakan perdagangan proteksionisnya dengan mengenakan tarif tinggi, rencana hingga 60 persen untuk barang impor dari China, negara yang dia anggap sebagai ancaman ekonomi utama. Bahkan, tarif impor dari negara-negara lain juga diperkirakan akan naik 10-20 persen.
Keputusan itu berpotensi memicu ketegangan dagang yang lebih besar dan membentuk ulang struktur perdagangan global.
Selain itu, langkah Trump yang mendeklarasikan hanya ada dua jenis kelamin di AS yakni pria dan wanita, kebijakan imigrasi yang keras, seperti mengakhiri hak kewarganegaraan bagi anak-anak imigran yang tidak berdokumen, semakin menambah kontroversi arah pemerintahannya di mata dunia.
Salah satu langkah yang tak kalah menarik adalah pernyataan Trump yang mengklaim Kanada dan Greenland sebagai bagian dari wilayah AS. Klaim yang membuat pemimpin Denmark dan Kanada merespons dengan tegas klaim Trump tersebut.