Besok PPN 12 Persen Berlaku, DPR Optimistis Daya Beli Tetap Stabil

Ilustrasi pajak sebagai salah satu komponen penerimaan negara terbesar dalam APBN 2018--

BELITONGEKSPRES.COM - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025, menimbulkan diskusi hangat di berbagai kalangan. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan dinilai sebagai langkah strategis pemerintah untuk memperkuat basis penerimaan negara.

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyebut kebijakan tersebut merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan, setelah melalui berbagai pertimbangan teknokratis. DPR optimistis daya beli tetap stabil, mengingat mayoritas barang dan jasa yang masuk dalam daftar Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) tidak dikenakan PPN.

Ia menegaskan bahwa dampak kenaikan ini pada daya beli masyarakat akan sangat terbatas, mengingat mayoritas barang dan jasa yang masuk dalam daftar Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) tidak dikenakan PPN.

Menurutnya, kebijakan ini telah melalui berbagai pertimbangan teknokratis yang matang dan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat atau memicu inflasi yang tidak terkendali.

BACA JUGA:Zulkifli Hasan: Tidak Ada Kenaikan PPN untuk Semua Komoditas Pangan Dalam Negeri

BACA JUGA:Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Pemerintah Siapkan 8 Strategi dalam RPJMN 2025-2029

Adies menyebutkan bahwa hanya 33 persen barang dan jasa yang masuk dalam Consumer Price Index atau Indeks Harga Konsumen yang menjadi obyek PPN. Sebagian besar barang konsumsi masyarakat sehari-hari, yaitu 67 persen, tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, menurutnya, kenaikan tarif ini tidak akan terlalu membebani masyarakat, terutama pada sektor kebutuhan pokok.

Lebih lanjut, Adies membandingkan kebijakan PPN di Indonesia dengan negara lain, seperti Vietnam, di mana tarif PPN batas bawahnya adalah 5 persen. Di Indonesia, tarif 0 persen masih berlaku untuk mayoritas barang konsumsi masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tarif PPN dinaikkan menjadi 12 persen, Indonesia masih memberikan perlindungan lebih besar kepada kebutuhan dasar masyarakat.

Meski demikian, Adies mengingatkan pentingnya sosialisasi kebijakan ini kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat memicu sentimen negatif di pasar maupun di industri. Menurutnya, kenaikan tarif ini harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi.

BACA JUGA:IMF Puji Ekonomi Indonesia: PDB Naik 4 Kali Lipat, Kemiskinan Turun Drastis

BACA JUGA:Harbolnas 2024: Transaksi Mencapai Rp31,2 Triliun, Produk Lokal Mendominasi

Adies juga menilai langkah Presiden Prabowo Subianto dalam mendukung kebijakan ini sudah tepat. Pemerintah harus menjalankan amanat undang-undang, tetapi juga tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan kesulitan yang dihadapi masyarakat.

Pemberlakuan tarif 12 persen secara selektif, terutama untuk barang-barang kategori mewah, menurut Adies merupakan solusi yang adil dan tidak memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan