Mencari Titik Balik Ketahanan Ekologis Pembangunan
Foto udara kerusakan rumah warga pasca diterjang banjir bandang di Desa Kota Lintang, Kota Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (3/12/2025). Bencana banjir bandang yang terjadi pada Rabu (26/11) berdampak rusaknya ribuan rumah, hilangnya hart-Syifa Yulinnas-ANTARA FOTO
Green budgeting dapat memastikan bahwa program rehabilitasi DAS, restorasi mangrove, penguatan bendung alam, dan perlindungan kawasan lindung mendapatkan pendanaan tetap dan berkelanjutan. Sementara eco-fiscal policy memberikan insentif yang kuat bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menjaga ekosistem kunci, mulai dari hulu sungai, kawasan karst, zona pesisir, hingga ruang hijau kota.
BACA JUGA:Papatonk, Kerupuk Udang 'Made in Indonesia' untuk Pasar China
Kombinasi keduanya dapat mengoreksi pola pembangunan yang selama ini terlalu fokus pada infrastruktur fisik, namun mengabaikan fondasi ekologis yang justru menjadi penentu daya tahan wilayah terhadap cuaca ekstrem.
Lebih jauh, integrasi green budgeting dan eco-fiscal policy akan memperkuat tata kelola pembangunan nasional secara menyeluruh. Ketika buffer ekologis ditempatkan sebagai belanja wajib negara, maka pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, industri, dan kawasan ekonomi tidak lagi berdiri sendiri, tetapi bergantung pada penilaian risiko ekologis.
Dengan mengadopsi pendekatan fiskal modern ini, Indonesia dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap berjalan, tetapi dengan fondasi lingkungan yang jauh lebih kuat. Implementasi instrumen fiskal hijau ini, bukan hanya langkah adaptif, tetapi juga investasi strategis untuk melindungi keberlanjutan pembangunan nasional dalam jangka panjang. (ant)
Oleh: Dr M Lucky Akbar
Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi, Ditjen Pajak - Kemenkeu