Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Akhir Polemik Formil UU TNI dan Pelajaran Proses Legislasi ke Depan

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo-Dhemas Reviyanto/aww-ANTARA FOTO

BACA JUGA:Gelombong Anti-imigran Warnai London hingga Menyentuh Australia

Presiden pun telah mengirimkan Surat Presiden Nomor R-25/Pres/07/2024 yang menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan HAM sebagai perwakilan pemerintah untuk pembahasan RUU TNI pada 2 Juli 2024.

MK memahami seharusnya dilakukan pembahasan DIM terlebih dahulu sebagai salah satu syarat untuk dapat dilakukan carry over terhadap suatu RUU. Akan tetapi, MK juga mempertimbangkan fakta bahwa Baleg DPR memutuskan RUU TNI tidak akan dibahas pada periode keanggotaan DPR tahun 2019–2024.

Rapat Baleg menyepakati pembahasan hanya dilakukan terhadap RUU yang telah memiliki DIM, sedangkan DIM RUU TNI dari pemerintah belum ada sampai dengan berakhirnya masa kerja legislatif tahun 2019–2024 sehingga proses pembahasan DIM tidak dapat dilakukan pada saat itu.

Penyusunan DIM RUU TNI baru rampung pada 4 Oktober 2024. Karenanya, MK dapat memahami penghentian pembahasan yang dilakukan Baleg karena mengingat status keanggotaan DPR periode 2019–2024 akan segera berakhir. Sekalipun demikian, pembentukan RUU TNI disepakati untuk tetap dilanjutkan pada periode DPR selanjutnya.

BACA JUGA:Urgensi Perampasan Aset untuk Mempersempit Ruang Korupsi

“Hal demikian, menurut Mahkamah, dalam batas penalaran yang wajar, masih sejalan dengan hakikat dan tujuan dari carry over yang menitikberatkan pada kebersinambungan proses pembentukan suatu UU dikarenakan adanya keterbatasan waktu pembahasan,” demikian pertimbangan MK.

Sejalan agenda reformasi

Dalam kerangka politik hukum nasional, tujuan dari pembentukan suatu peraturan perundang-undangan diarahkan pada pemenuhan cita-cita bangsa dan tujuan negara yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

MK menilai, UU TNI telah mengakomodasi semua unsur asas kejelasan tujuan pembentukan suatu undang-undang, baik dari segi alasan filosofis, sosiologis, hingga landasan yuridis. Mahkamah juga menilai pembentukan UU TNI telah memenuhi prinsip kesesuaian, kebutuhan, dan keseimbangan.

Prinsip kesesuaian tercermin dari maksud penyusunan revisi UU TNI yang diarahkan untuk menghadapi kompleksitas dan tantangan pertahanan negara, mendukung optimalisasi pencapaian tugas dan fungsi kementerian/lembaga tertentu melalui pelibatan prajurit sesuai dengan kekhususannya, serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan organisasi TNI terkait batas usia pensiun prajurit.

BACA JUGA:Samboja Manfaatkan Energi Terbarukan dari Kotoran Sapi

Prinsip kebutuhan terletak pada fakta bahwa UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah berlaku lebih dari 20 tahun sehingga memerlukan penyesuaian. Hal itu agar UU TNI dapat menjawab tantangan serta meningkatnya dinamika dan kompleksitas pertahanan negara, di samping juga untuk menjalankan perintah putusan MK sebelumnya.

Prinsip keseimbangan terlihat dari tujuan pembentukan UU TNI yang, menurut Mahkamah, tetap mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, serta ketentuan hukum nasional dan internasional.

Terbuka ruang partisipasi

Pembentuk undang-undang dinilai telah melakukan upaya membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU TNI, baik melalui tatap muka maupun daring.

Upaya yang dimaksud MK, yakni mulai dari adanya penerimaan masukan dari pemangku kepentingan, penyerapan aspirasi publik melalui rapat dengar pendapat umum, diskusi, rapat yang dapat diakses melalui YouTube, dokumen NA dan RUU yang dipublikasikan secara daring, hingga rapat kerja antarkementerian/lembaga.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan