Kenaikan PPN 12 Persen: Bijak atau Tidak, Semua Bergantung Perspektif

Jumat 22 Nov 2024 - 22:58 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 memicu pro dan kontra. Kebijakan ini dinilai tepat oleh sebagian pihak, namun juga dianggap kurang tepat oleh yang lain, tergantung dari sudut pandang yang digunakan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menegaskan bahwa setiap kebijakan selalu mengundang dua perspektif utama. Dalam hal ini, kenaikan tarif PPN memiliki justifikasi tertentu, terutama dari sudut pandang pemerintah.

Dari sisi pemerintah, kebijakan ini sudah memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Pasal 7 ayat (2) UU PPN. 

Prianto menilai, kenaikan PPN dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak dan rasio pajak. Dengan meningkatnya pendapatan negara, pemerintah mendapatkan fleksibilitas fiskal lebih besar untuk mengalokasikan dana bagi berbagai kebutuhan masyarakat.

BACA JUGA:Mentan Amran Dorong Perbankan Dukung Swasembada Pangan Lewat Brigade Pangan

BACA JUGA:Kementan Luncurkan Brigade Pangan untuk Tingkatkan Partisipasi Generasi Muda di Sektor Pertanian

“Dana yang terkumpul nantinya akan kembali ke masyarakat melalui fungsi redistribusi pajak. Dari perspektif pemerintah, ini adalah upaya yang logis untuk memperkuat basis fiskal,” ujar Prianto.

Namun, dari sisi wajib pajak, baik masyarakat maupun pengusaha, kenaikan PPN ini berpotensi menambah beban ekonomi. Prianto menyebut, dampaknya akan terasa lebih signifikan jika kondisi ekonomi masyarakat tidak membaik sebelum kebijakan diberlakukan pada Januari 2025.

“Kita perlu melihat langkah pemerintah hingga Desember 2024. Jika pemerintah tetap dengan keputusan ini tanpa ada revisi melalui Perpu atau regulasi lainnya, maka kita harus siap menghadapi kenaikan PPN,” jelasnya.

Prianto menambahkan bahwa keberadaan dua perspektif tersebut mencerminkan dilema dalam penerapan kebijakan fiskal seperti kenaikan tarif pajak. Di satu sisi, pemerintah ingin memperkuat keuangan negara, sementara di sisi lain, masyarakat dan pelaku usaha mengharapkan kebijakan yang lebih mendukung daya beli dan aktivitas ekonomi.

“Kalau dilihat dari perspektif pemerintah, kebijakan ini memang masuk akal. Namun, dari kacamata masyarakat dan pengusaha, kenaikan PPN jelas menjadi tantangan tambahan. Belum ada kebijakan yang sepenuhnya benar atau salah sampai efeknya benar-benar dirasakan,” tutup Prianto.

Langkah ini mencerminkan keputusan strategis yang harus diimbangi dengan kesiapan pemerintah untuk memitigasi dampak negatifnya bagi masyarakat luas. (beritasatu)

Kategori :