Gus Dur dan puncak intelektualitas NU

Rabu 25 Sep 2024 - 20:11 WIB
Oleh: Fathorrahman Fadli

Gus Dur menganjurkan NU membuka diri terhadap lingkungan global karena beberapa alasan. Pertama, untuk memperkuat jaringan internasional. Dengan beradaptasi dan terhubung dengan pemikiran global, NU bisa memperkuat posisinya di kancah internasional dan menjalin kerja sama dengan organisasi lain yang sejalan.

Kedua, mendorong dialog dan pemahaman. Keterbukaan terhadap dunia luar memungkinkan NU untuk terlibat dalam dialog antarbudaya dan antaragama, yang penting untuk menciptakan pemahaman dan toleransi di tengah masyarakat yang beragam.

Ketiga, menanggapi tantangan modern. Dengan memahami isu-isu global, NU dapat lebih siap menghadapi tantangan modern, seperti ekstremisme, ketidakadilan sosial, dan krisis lingkungan, kemudian memberikan solusi yang relevan.

Keempat, peningkatan kualitas pendidikan. Mengakses sumber daya dan pemikiran global dalam pendidikan dapat meningkatkan kualitas pengajaran di pesantren dan lembaga NU, membentuk generasi yang lebih kritis dan inovatif.

BACA JUGA:Posisi Strategis Gas Bumi dalam Transisi Energi

Melalui pendekatan ini, Gus Dur berusaha menjadikan NU sebagai organisasi yang responsif dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Yayasan Simon Peres

Gus Dur sempat menjadi seorang tertuduh karena bersedia bergabung dengan Yayasan Shimon Peres. Hal ini juga membuat Umat Islam menempatkan dia sebagai "musuh" Umat Islam, sebab Yayasan Simon Peres tidak lepas dari Zionisme Israel yang menjadi musuh Palestina.

Namun ia menghadapinya dengan rileks. Ada alasan keterlibatan Gus Dur di lembaga itu yang tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh umat kebanyakan.

Keterlibatan Gus Dur dimaksudkan sebagai upaya promosi perdamaian karena ia memiliki komitmen kuat terhadap dialog dan perdamaian, terutama di tengah konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Bergabung dengan yayasan tersebut sejalan dengan visinya untuk menciptakan dunia yang lebih harmonis.

BACA JUGA:Mengamati Konteks Super Diversitas (Catatan Perjalanan Program AFS 2024)

Selain itu untuk kepentingan dialog antaragama dan budaya, mengingat yayasan tersebut fokus pada dialog antarbudaya dan antaragama. Gus Dur percaya bahwa pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan sangat penting untuk mencegah konflik dan membangun kerukunan.

Gus Dur juga melihat peluang untuk mendukung inisiatif pendidikan dan kemanusiaan yang diusung oleh yayasan, yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Dengan bergabung, Gus Dur berusaha mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan kerukunan dalam konteks global. (ant)

*) Fathorrahman Fadli

Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR)

Kategori :