BELITONGEKSPRES.COM - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk pembangunan rumah mandiri, dari yang sebelumnya 2,2 persen menjadi 2,4 persen, kini tengah menjadi sorotan.
Banyak pihak khawatir bahwa perubahan kenaikan pajak pembangunan rumah sendiri bisa berdampak negatif pada daya beli masyarakat dan perekonomian secara umum.
Isu ini telah memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa bahwa regulasi pemerintah yang semakin bertambah justru membebani perekonomian.
"Beli tanah kena pajak, dapet warisan kena pajak, beli rumah kena pajak, setiap tahun bayar PBB, sekarang bangun rumah juga kena pajak. Mantap betul!" ungkap pengguna media sosial X, @un**ng*o.
BACA JUGA:Bangun Rumah Secara Mandiri Kena PPn 2,4 Persen, Ekonom INDEF Berikan Pandangan
BACA JUGA:Sediakan Pilihan bagi Masyarakat, BP Tapera Perkuat Pembiayaan Perumahan Berbasis Syariah
Menanggapi kekhawatiran ini, Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan bahwa reaksi masyarakat terhadap rencana kenaikan pajak ini adalah hal yang wajar.
Sebab, penerapan kenaikan pajak PPn sebesar 2,4 persen dianggap cukup signifikan dan berpotensi melemahkan sektor konstruksi atau real estate dalam perekonomian, khususnya dalam hal daya beli masyarakat.
"Situasinya daya beli memang sedang melemah. Jika ada tambahan beban pajak pada konsumsi masyarakat, hal itu bisa mengurangi daya beli," jelas Tauhid Ahmad dikutip dari Disway, Senin 16 September 2024.
Meski demikian, Tauhid berpendapat bahwa penolakan masyarakat terhadap rencana kenaikan pajak ini tidak akan memicu gejolak atau dampak sosial yang besar dalam perekonomian Indonesia.
BACA JUGA:Pemerintah Tambah Insentif PPN DTP 100 Persen untuk Rumah hingga Desember 2024
BACA JUGA:Pemerintah Hapuskan PPN Pembelian Rumah di Bawah Rp 2 Miliar Mulai September 2024
"Sepertinya penolakan ini hanya akan terasa di kalangan Pemerintah saja. Menurut saya, masyarakat sudah cukup dewasa untuk menghadapi hal ini. Mereka mungkin akan kurang setuju, tapi tidak akan berdampak besar," ujarnya.,
"Kalau dampak sosial atau politik mungkin akan terasa jika sudah memengaruhi harga kebutuhan pokok seperti beras, baru itu yang akan jadi perhatian," tandas Tauhid.