BELITONGEKSPRES.COM - Perihal turunnya jumlah kelas menengah Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dianggap sebagai dampak pandemi Covid-19.
Data yang dirilis Badan Pusat Statisk (BPS) itu membuat para pihak melihatnya sebagai kerentanan ekonomi masyarakat Indonesia.
Menanggapi isu tersebut, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bilang kondisi itu tidak lepas dari situasi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dalam rentang waktu 2020 hingga 2022.
"Itu problem terjadi hampir di semua negara karena ekonomi global turun semuanya, ada Covid 2-3 tahun lalu mempengaruhi. Semua negara saat ini berada pada kesulitan yang sama," ujar Jokowi dilansir dari Antara, Sabtu 31 Agustus 2024.
BACA JUGA:Sektor Manufaktur: Penyelamat Kelas Menengah di Tengah Tantangan Ekonomi
BACA JUGA:Penyebab Jatuhnya Kelas Menengah Karena Judol dan Air Galon
Menurut ekonom senior Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah harus melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki kondisi kelas menengah di Indonesia. Jika tidak tertangani dengan cepat maka kejatuhan kemiskinan menjadi ancaman serius.
Bambang pernah menjabat Menteri Keuangan menyarankan agar pemerintah melakukan 2 hal yakni menjaga inflasi dan mendorong investasi.
Ancaman itu mulai terasa jika dilihat dari modus pengeluaran penduduk kelas menengah yang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokkan dan semakin mendekati batas bawahnya.
Kelas menengah di Indonesia didominasi oleh masyarakat usia produktif. Mulai dari gen X, milenial hingga gen Z. Kelas menengah termasuk kelompok yang paling utama menguasai konsumsi masyarakat.
BACA JUGA:Dampak Pandemi Covid-19, Banyak Masyarakat Kelas Menengah Turun Kasta
BACA JUGA:Fenomena Penurunan Daya Beli Masyarat Kelas Menengah Jadi Sorotan, Ini Pemicunya
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, dari jumlah kelas menengah sebanyak 47,85 juta orang saat ini, 24,77 persen merupakan gen X, 24,6 persen milenial dan 24,12 persen gen Z.
Amalia juga mengungkap fakta bahwa kelas menengah merupakan penopang utama konsumsi rumah tangga bersama kelompok menuju kelas menengah sebesar 81,49 persen dan tidak berubah sejak 5 tahun lalu.
"Itu karena kelas menengah menjadi bantalan perekonomian, jadi fast spender dan big spender, cepat ngeluarin dan senang spending," tegasnya. (ant)