Kisah penangkapan Franky yang diduga menjadi mafia tanah sekaligus direktur PT Green Forestry Indonesia (GFI) dan PT Biliton Plywood Belitung, mengungkap sebuah narasi menarik.
Seperti dalam lirik lagu dangdut yang mengisahkan janji yang terlanggar, Franky juga pernah berjanji untuk menghadiri panggilan kedua dari jaksa penyidik, setelah sebelumnya mangkir dari panggilan pertama.
Namun, ketika panggilan kedua datang pada Rabu, 20 Maret 2024, Franky, yang berusia 40 tahun dan berasal dari Belitung, tidak muncul sama sekali. Keengganannya untuk berkooperasi membuat jaksa penyidik melakukan pelacakan untuk menemukan keberadaannya.
"Dia berjanji akan datang pada panggilan kedua, dia sendiri yang berjanji. Tapi dia sendiri malah yang tak datang atau tak kooperatif," kata Asintel Kejati Babel Fadil Regan kepada Babel Pos.
BACA JUGA:Pasangan Suami Istri Ditangkap Karena Sabu, Nekat Jadi Pengedar
BACA JUGA:Pemulihan Maksimal Pasien, BPJS Kesehatan Pangkalpinang: Rawat Inap Tanpa Batas Waktu
Kronologi penangkapannya bermula dari hasil pelacakan beberapa hari sebelumnya, di mana tim jaksa penyidik mendapatkan informasi bahwa Franky akan bepergian ke Bangka menggunakan pesawat.
Setelah koordinasi dengan pihak bandara, tim berhasil memastikan bahwa Franky akan berangkat pada hari Senin pagi. Thoriq Mulahela, anggota tim jaksa penyidik, menjelaskan bahwa mereka berhasil menemukan Franky.
Franky sebagai penumpang pada penerbangan Batik Air pukul 09.45 WIB dari Jakarta menuju Pangkalpinang. Meskipun pesawat mengalami keterlambatan, tim tetap memantau dan menunggu hingga Franky naik pesawat.
Saat pesawat mendarat di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, petugas langsung mengamankan Franky. Tanpa basa-basi, jaksa Thoriq langsung memborgol kedua tangan Franky.
BACA JUGA:Mabuk, Warga Nibung Tikam Tetangga Hingga Luka-luka
BACA JUGA:Dampak Operasional KIP di Bangka Selatan, Harapan dan Realita Warga Terdampak
Franky sendiri terkejut karena merasa telah menyamar dengan baik menggunakan kaos hitam, topi, masker, dan kacamata. Namun, tim jaksa penyidik juga tidak kalah dalam penyamaran.
Mereka tidak mengenakan seragam resmi, melainkan hanya menggunakan pakaian serba hitam, masker, kacamata, dan topi. "Gak bisa lagi kabur dia, apalagi sudah di dalam gedung terminal. Langsung kita borgol, terus kita giring ke kantor," kata Thoriq.
Sebelumnya, penyidik telah meningkatkan status penyidikan atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh PT GFI, yang diduga melakukan pemanfaatan tanah negara tanpa izin di Mentigi, Padang Kandis, dan Tanjung Kelumpang, Belitung, antara tahun 2009 hingga 2023.
Modus operandi dalam kasus ini melibatkan PT GFI yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) untuk menanam sengon, tetapi sebenarnya menanam sawit. Selain itu, dari empat area yang dimiliki, hanya satu yang memiliki HGU.