BELITONGEKSPRES.COM - Kejaksaan Agung menegaskan bahwa dugaan praktik blending bahan bakar minyak (BBM) dari RON 90 menjadi RON 92 yang menjadi bagian dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terjadi dalam periode 2018 hingga 2023.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, guna merespons isu yang beredar di masyarakat mengenai potensi keberlanjutan peredaran BBM oplosan.
“Terkait isu oplosan atau blending, kami tegaskan bahwa penyidikan perkara ini mencakup periode 2018 hingga 2023. Artinya, kasus ini sudah berlalu dan tidak berkaitan dengan kondisi BBM saat ini,” ujar Harli dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.
Modus Operasi: Manipulasi Jenis BBM di Depo
Berdasarkan temuan penyidik, dalam periode tersebut, PT Pertamina Patra Niaga diketahui membayar untuk BBM jenis RON 92, tetapi faktanya membeli BBM jenis RON 90 atau lebih rendah. BBM tersebut kemudian dilakukan proses blending di storage atau depo sebelum dipasarkan sebagai RON 92, meskipun tindakan ini dilarang.
BACA JUGA:Menteri Bahlil: Blending BBM Tak Masalah, Asal Sesuai Standar
BACA JUGA:Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Konsumen Bisa Gugat Melalui Mekanisme Class Action
"Intinya, BBM yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya dan terjadi perbedaan antara harga yang dibayar dan barang yang diterima,” jelas Harli.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kasus ini tidak mencerminkan kondisi BBM yang beredar saat ini. “Sekarang sudah tahun 2025. Fakta yang ada menunjukkan bahwa BBM yang beredar saat ini telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan,” tambahnya.
Penetapan Tersangka dan Langkah Hukum
Dalam penyelidikan yang dilakukan, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka yang diduga terlibat dalam praktik ilegal tersebut. Mereka terdiri dari sejumlah pejabat tinggi di Pertamina serta pihak swasta yang terlibat dalam pengadaan dan distribusi BBM.
Para tersangka antara lain:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi (YF) – PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati (DW) – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ) – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
BACA JUGA:Kasus Korupsi Pertamina: Kejagung Geledah 7 Rumah Tersangka, Uang dan Dokumen Penting Disita
BACA JUGA:Sebelum Jadi Tersangka Korupsi BBM, Dirut Pertamina Riva Siahaan Tindak SPBU Curang di Sukabumi
Dalam kasus ini, tersangka utama, Riva Siahaan, diduga menjadi aktor kunci yang mengarahkan pembelian BBM dengan kualitas lebih rendah dari spesifikasi yang ditetapkan, lalu melakukan manipulasi di depo sebelum didistribusikan ke pasar.
“Saat ini, Kejaksaan Agung masih terus mendalami apakah praktik ini berlangsung konsisten sepanjang periode 2018 hingga 2023 atau hanya terjadi dalam rentang waktu tertentu,” tambah Harli.
Kejaksaan Agung: Tidak Ada BBM Oplosan di 2025
Menanggapi kekhawatiran publik mengenai potensi beredarnya BBM oplosan di tahun 2025, Kejaksaan Agung memastikan bahwa isu tersebut tidak berdasar. “Minyak adalah barang habis pakai. Fakta hukum menunjukkan bahwa kasus ini terjadi pada masa lalu dan tidak mencerminkan kondisi saat ini,” tegas Harli.