Terbongkar! Dirut Pertamina Patra Niaga Terseret Kasus Oplosan BBM dan Korupsi Rp 193,7 Triliun

Selasa 25 Feb 2025 - 21:04 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Pengungkapan skandal besar di tubuh PT Pertamina Patra Niaga mengguncang publik. Direktur Utama perusahaan tersebut, Riva Siahaan, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.

Modus utama yang dilakukan adalah mengoplos bahan bakar minyak (BBM), di mana pertalite (Ron 90) dicampur dengan pertamax (Ron 92) untuk kemudian dijual dengan harga lebih tinggi. Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang menjadi korban dari kualitas BBM yang tidak sesuai standar.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kecurangan ini dilakukan melalui mekanisme pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. Riva diduga membeli BBM Ron 90 dengan harga Ron 92, kemudian melakukan pencampuran di fasilitas penyimpanan sebelum menjualnya sebagai BBM beroktan lebih tinggi.

Selain modus oplosan BBM, kasus ini juga melibatkan berbagai praktik korupsi lainnya, seperti ekspor ilegal minyak mentah dalam negeri, impor minyak melalui perantara atau broker, serta manipulasi dalam pemberian subsidi dan kompensasi. Kerugian terbesar berasal dari pemberian kompensasi tahun 2023 yang mencapai Rp 126 triliun, diikuti dengan subsidi BBM senilai Rp 21 triliun.

BACA JUGA:Dirut Pertamina Jadi Tersangka Korupsi, Pertamina Pastikan Distribusi BBM Aman

BACA JUGA:Hasto Ajukan Penangguhan Penahanan ke KPK, Keputusan di Tangan Penyidik

Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, termasuk Riva Siahaan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengungkapan kasus ini menjadi bukti bahwa tata kelola energi di Indonesia masih rentan terhadap penyimpangan. Dengan nilai kerugian negara yang begitu besar, publik menuntut proses hukum yang transparan serta langkah-langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. (jawapos)

Kategori :