BNPB menilai kondisi tersebut harus menjadi perhatian khusus. Peta risiko bencana hidrometeorologi yang sudah ada juga harus dipertimbangkan dalam desain rehabilitasi dan rekonstruksi yang saat ini sedang dibahas dengan Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur.
Penguatan infrastruktur untuk mengurangi risiko bencana banjir lahar dingin gunung berapi juga sedang menjadi perhatian serius tim ahli BNPB bersama para mitra strategisnya. Hal ini tidak lepas dari pengalaman pemerintah dalam menghadapi dampak luar biasa atas banjir lahar dingin Gunung Marapi di Sumatera Barat pada Mei 2024.
Dalam peristiwa tersebut diprakirakan oleh ahli ada 1.000 meter kubik endapan material vulkanik di bibir kawah Gunung Marapi mengalir ke bawah bersama dengan hujan deras dengan membawa serta bebatuan berdiameter 2-3 meter.
Aliran deras air bercampur material vulkanik itu dengan seketika menghantam pemukiman warga di kaki Gunung Marapi, hingga menyebabkan 67 orang meninggal dunia dan kerusakan dengan nilai kerugian mencapai milliaran rupiah di lima kabupaten/kota di Sumatera Barat.
BACA JUGA:Merancang Sistem Agribisnis untuk Efektivitas Food Estate di Indonesia
Hasil dari pemetaan tim ahli didapatkan bahwa Gunung Marapi di Sumatera Barat memiliki sebanyak 23 aliran sungai yang juga melintasi pemukiman warga. Beberapa aliran sungai itu, termasuk yang berada di Kabupaten Padang Panjang dan Tanah Datar sudah siap dipasang 20 unit perangkat alat sensor dan sirene pendeteksi ketinggian volume air.
Proses pemetaan selanjutnya juga sudah mulai dilakukan pada aliran sungai Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gunung Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara.
Pemetaan aliran sungai yang berhulu dari puncak gunung berapi ini melibatkan para ahli dari BNPB, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Kementerian Pekerjaan Umum hingga termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TNI dan Polri.
Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada 3 November 2024 menjadi peristiwa mencolok pertama pada era Kabinet Merah Putih.
Gunung bertipe strato itu meletus hebat sepekan setelah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dilantik pada 28 Oktober 2024. Sekitar 13 ribu lebih masyarakat di Halmahera Barat tidak hanya terdampak oleh lontaran material vulkanik Gunung Lewotobi Laki-Laki tetapi juga berpotensi menjadi korban ganasnya banjir lahar dingin, sebagaimana yang terjadi di Sumatera Barat.
Merujuk hasil analisa dari Badan Geologi terdapat tiga desa di Flores Timur yang berpotensi terdampak banjir lahar dingin bila hujan intensitas deras dan berdurasi panjang mengguyur puncak gunung, yakni Desa Dulipali, Padang Pasir dan Nobo dalam wilayah kecamatan Ile Boleng dan Ile Bura.
BACA JUGA:Mendorong Pertumbuhan Investasi di Era Pajak Minimum Global
Hal serupa juga berpotensi dirasakan oleh 2.000-3.000 orang warga yang bermukim di kaki Gunung Gunung Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara. Sedikitnya 300-500 ribu meter kubik ketebalan material vulkanik yang mengendap di sekitaran kawah aktif Gunung Ibu dan sewaktu-waktu terbawa turun bersama hujan deras melalui empat aliran sungai yang ada.
Perpaduan pengalaman para ahli, kecanggihan teknologi, kolaborasi lintas kementerian/lembaga, hingga dukungan pemanfaatan anggaran secara akuntabel menjadi krusial dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Semua upaya itu menjadi bagian dari implementasi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menekankan pentingnya infrastruktur berbasis mitigasi bencana sebagai landasan ketahanan nasional.
Namun bagaimanapun penguatan infrastruktur bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi juga representasi komitmen bersama untuk melindungi dan melayani masyarakat dalam menghadapi ancaman alam yang terus berkembang.