Tantangan dan Pencapaian 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Senin 27 Jan 2025 - 18:29 WIB
Oleh: Hanni Sofia

Selain itu, efektivitas pelaksanaan program ini juga mendapat sorotan. Beberapa laporan dari lapangan menunjukkan adanya ketidakteraturan dalam distribusi makanan, dengan beberapa daerah mengalami keterlambatan pengiriman bahan pangan.

Lebih lanjut, terdapat indikasi bahwa keterlibatan petani lokal dalam rantai pasokan masih terbatas, padahal mereka seharusnya menjadi salah satu pilar utama dalam kebijakan ini.

Tanpa sistem distribusi yang efektif, ada kekhawatiran bahwa program ini justru akan menciptakan ketergantungan pada penyedia besar, bukannya memberdayakan ekonomi lokal seperti yang diharapkan.

BACA JUGA:Kontroversi Trump, Aliansi Trans-Atlantik dan Keresahan Pemimpin Eropa

Swasembada Pangan

Di sisi lain, upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan mendapatkan perhatian besar dari berbagai pihak. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah proyek cetak sawah di Merauke, Papua, yang menargetkan 100.000 hektare lahan baru. Hingga akhir 2024, sekitar 40.000 hektare telah berhasil ditanami, menandai langkah awal menuju ketahanan pangan nasional yang lebih baik.

Pemerintah juga berencana untuk meningkatkan produksi padi, jagung, dan kedelai dengan memperbaiki infrastruktur irigasi serta memperluas penggunaan teknologi pertanian yang lebih efisien.

Namun, kebijakan swasembada pangan ini dihadapkan pada berbagai tantangan. Masalah klasik seperti konversi lahan pertanian, ketergantungan pada impor benih dan pupuk, serta fluktuasi harga pangan global terus menjadi ancaman yang harus dihadapi.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa proyek cetak sawah ini dapat mengulang kegagalan program serupa di masa lalu, di mana pembukaan lahan baru dilakukan tanpa memperhatikan kesiapan ekosistem pertanian yang mendukung.

Beberapa pakar pertanian berpendapat bahwa, alih-alih memperluas lahan baru, pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan produktivitas lahan yang sudah ada. Dukungan kepada petani melalui teknologi, akses permodalan, dan perbaikan sistem distribusi menjadi kunci untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

BACA JUGA:Presiden Prabowo Didampingi Mendag Budi Santoso dalam Kunjungan Kerja ke Malaysia

Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, bahkan sempat mengungkapkan kekhawatirannya terkait gagasan kedaulatan pangan dan energi yang diusung Pemerintah Prabowo. Ia menilai bahwa pembukaan lahan baru berpotensi meningkatkan emisi karbon, serta berisiko memicu kebakaran dan kabut asap, terutama di lahan gambut. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait komitmen Indonesia terhadap isu iklim dan keberagaman hayati.

Meski begitu, dari sisi kepuasan publik, survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 4-10 Januari 2025 menunjukkan bahwa 80,9 persen responden merasa puas dengan kinerja 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.

Angka ini cukup tinggi, mencerminkan bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan telah memberikan dampak psikologis positif di masyarakat. Namun, penting untuk diingat bahwa kepuasan publik pada 100 hari pertama sering kali lebih dipengaruhi oleh ekspektasi dan pencitraan dibandingkan dengan realitas yang ada di lapangan.

Keberhasilan jangka panjang dari kebijakan-kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengelola anggaran, memastikan distribusi program berjalan dengan efisien, dan menjaga stabilitas ekonomi makro.

Saat ini, tekanan ekonomi global masih cukup besar, dengan volatilitas harga energi dan pangan yang dapat mempengaruhi stabilitas harga domestik.

Kategori :