BACA JUGA:Senin, 3 Terdakwa Korupsi Timah Jalani Sidang, Hendry Lie dan Fandi Lingga Kapan?
Kasus ini tidak hanya membuka mata publik terhadap potensi korupsi besar-besaran di sektor pertambangan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
2. Kasus Suap Putusan Bebas Ronald Tannur
Masih segar dalam ingatan publik, kontroversi vonis bebas terhadap Ronald Tannur yang didakwa membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman penjara selama 12 tahun untuk Ronald, anak dari anggota DPR RI nonaktif, Edward Tannur.
Putusan tersebut memicu gelombang kritik dari keluarga korban dan masyarakat luas. Banyak yang mempertanyakan alasan majelis hakim, yang dinilai tidak memberikan keadilan bagi korban.
Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menyoroti kejanggalan dalam putusan ini. Tidak tinggal diam, Kejagung melakukan pemeriksaan mendalam terhadap tiga hakim yang terlibat dalam kasus tersebut: Erintuah Damanik sebagai hakim ketua, serta Heru Hanindyo dan Mangapul sebagai hakim anggota.
BACA JUGA:Dampak Kasus Korupsi Timah, Babel Butuh Solusi Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi
Dalam penggeledahan yang dilakukan di sejumlah properti milik tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Kejaksaan Agung menemukan uang tunai senilai miliaran rupiah dalam berbagai mata uang. Selain itu, ditemukan pula bukti transaksi keuangan dan catatan pemberian uang kepada pihak-pihak terkait.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa uang tersebut diduga berasal dari Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur.
Pada Oktober 2024, Kejagung menetapkan tiga hakim—Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul—sebagai tersangka atas dugaan menerima suap untuk memuluskan vonis bebas Ronald Tannur. Tidak hanya itu, Lisa Rahmat juga dijadikan tersangka karena diduga sebagai pemberi suap dalam kasus ini.
Penangkapan keempat tersangka tersebut menguak praktik kotor dalam upaya membebaskan Ronald Tannur dari jerat hukum. Temuan ini menjadi sorotan besar, membuka kotak pandora yang mengindikasikan adanya kongkalikong di balik putusan kontroversial tersebut.
BACA JUGA:KY Turun Tangan Dalami Vonis Ringan Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis
Penyidikan Kejagung terkait kasus Ronald Tannur semakin meluas dengan terungkapnya dugaan pemufakatan jahat berupa suap atau gratifikasi dalam penanganan kasus ini di tingkat kasasi.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah mengabulkan kasasi penuntut umum dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun kepada Ronald. Namun, terungkap bahwa Lisa Rahmat, pengacara Ronald, diduga berupaya memengaruhi putusan tersebut dengan melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar.
Lisa Rahmat disebut meminta Zarof untuk mengupayakan hakim agung di MA menyatakan Ronald tidak bersalah. Untuk itu, Lisa menyiapkan dana sebesar Rp5 miliar untuk tiga hakim agung yang menangani kasus ini dan Rp1 miliar sebagai “fee” bagi Zarof.
Zarof mengaku belum menyerahkan uang tersebut kepada hakim agung. Namun, dalam penggeledahan di rumahnya, ditemukan uang tunai hampir Rp1 triliun dan 51 kg emas. Penemuan ini mengindikasikan Zarof telah lama berperan sebagai makelar kasus, bahkan hingga 10 tahun.