JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – Para terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022 terlihat syok atas tuntutan berat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tuntutan kasus korupsi timah dari JPU tidak hanya mencakup hukuman penjara belasan tahun, tetapi juga pembayaran uang pengganti dengan nominal yang sangat fantastis, mencapai triliunan rupiah.
Salah satu terdakwa, Suwito Gunawan, yang merupakan beneficial owner atau pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), menghadapi tuntutan 14 tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,2 triliun.
Saat membacakan pleidoi atau nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 15 Desember 2024, Suwito Gunawan tak kuasa menahan tangis. Ia menyoroti besarnya tuntutan tersebut, terutama terkait uang pengganti yang menurutnya tidak masuk akal.
BACA JUGA:Dugaan Penyelundupan, Truk Fiber Ikan Berisi Balok Timah Diamankan Polda Babel
“Saya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp2,2 triliun. Saya bukan koruptor. Saya mohon keadilan,” ucap Suwito Gunawan dengan suara bergetar saat membacakan pleidoi pribadinya.
Kesedihan Suwito menggambarkan tekanan berat yang dirasakan oleh para terdakwa dalam menghadapi tuntutan hukum yang sangat tinggi, yang dianggap tidak mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan.
“Apakah adil jika saya harus menanggung beban uang pengganti dari perhitungan yang keliru?” tambah pria yang akrab disapa Awi itu dengan nada penuh emosi.
Ia menjelaskan bahwa PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) mendapatkan kontrak kerja dengan PT Timah Tbk bukan melalui pihak lain. Sebab perusahaan itu telah memenuhi persyaratan, termasuk peralatan dan perizinan yang sesuai untuk menghasilkan balok timah standar London Metal Exchange (LME).
BACA JUGA:Curhat Korupsi Timah Rp 420 Miliar, Helena Lim: Saya Dijadikan 'Talenan'
"PT SIP telah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan isi surat-surat perjanjian," jelas Awi.
Awi juga menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui dan tidak mendapat penjelasan terkait aturan dalam Undang-Undang Pertambangan. Ia menegaskan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) milik PT SIP adalah untuk kegiatan di wilayah laut.
"Selama bekerja sama dengan PT Timah Tbk, PT SIP tidak melakukan aktivitas penambangan ataupun ekspor timah," tegasnya.
Awi menambahkan bahwa dalam situasi tersebut, pihaknya tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti arahan yang ada. Ia tidak berani menolak atau melawan, namun menegaskan bahwa hal itu bukan berarti PT SIP melakukan tindakan pidana korupsi.
"Maka dari itu, sebagai terdakwa, saya sangat kecewa dengan tuntutan yang diajukan," ujar Awi dengan nada kecewa.