Menjernihkan Pemahaman Tentang Kontrasepsi di PP 28/2024
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (tengah) dalam acara pertemuan dengan para pengelola ketersediaan alat kontrasepsi di DI Yogyakarta, Minggu (11/8/2024). (ANTARA/HO-BKKBN)--
Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kini menjadi perbincangan dan diskusi hangat di berbagai kanal media sosial.
Poster ajakan menolak penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar itu berseliweran di berbagai kanal media sosial, yang mengesankan bahwa informasi itu akurat, dan semua pihak harus satu gerakan, menolak peraturan tersebut.
Pemicunya terletak pada persepsi bahwa lewat peraturan itu pemerintah akan menyediakan alat kontrasepsi kepada kaum remaja dan anak sekolah. Karena persepsi itulah, maka sudah selayaknya jika kita mencari informasi dari sumber aslinya yang lebih akurat, yakni isi dari peraturan pemerintah tersebut.
Mencermati diskusi di media sosial, termasuk komentar sejumlah kalangan yang disiarkan oleh media arus utama, tampaknya semua akan bermuara pada debat tidak berkesudahan. Padahal, kalau kita mencermati isi dari PP tersebut, sangat jelas bahwa tidak ada sama sekali bunyi pasal atau ayat, serta poin mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja, lebih-lebih kepada para pelajar. Apalagi sampai terkesan, seolah-olah benda pencegah kehamilan itu nantinya disediakan di atau oleh sekolah sebagai pengejawantahan dari perintah peraturan tersebut.
BACA JUGA:Hari Kemerdekaan jadi Pengingat untuk Terus Majukan Diplomasi RI
Dari kasus perdebatan ini, budaya literasi yang kuat memang perlu terus digelorakan, sehingga kita tidak dengan mudah selalu terjebak dalam debat yang sejenis yang justru membingungkan, bahkan meresahkan masyarakat, karena masyarakat tidak betul-betul paham substansi dari persoalan yang dibahas.
Padahal, di era internet saat ni, kita dengan sangat mudah mengakses tentang semua tema atau persoalan yang sedang diperbincangkan. Jika tema yang diperbincangkan itu terkait regulasi, kita tinggal mengetik kata kunci dengan nomor dan tahun dari peraturan atau undang-undang tersebut, maka mesin pencari akan menyediakan banyak pilihan untuk kita buka dan baca, lalu kita cermati.
Alangkah baik dan elegannya jika budaya membaca dan mencermati satu isu ini terus menjadi kebiasaan, sehingga jika mendiskusikan satu tema tertentu lebih jelas ujung pangkal dan argumentasinya.
Kalau kebiasaan reaktif terhadap satu informasi yang hanya berupa penggalangan fakta yang tafsirnya sudah mengarah ke tujuan tertentu dengan kecenderungan menimbulkan kontroversi, maka diskusi-diskusi yang muncul akan bermuara pada debat yang tidak sehat dan tidak mencerahkan. Bahkan, keresahan di masyarakat semakin menggelinding, seperti bola salju.
BACA JUGA:Perjuangan Era Modern: Mencintai Indonesia dengan Segala Cara
Dalam diskusi ini, tampaknya masyarakat kita hanya menerima informasi mengenai mengenai Pasal 103, Ayat 4, poin e dari PP 24/2024, terkait frasa "penyediaan alat kontrasepsi".
Karena poin "penyediaan alat kontrasepsi" itu ada dalam satu pasal, yakni 103, yang dibuka dengan ayat 1, mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja, maka terkesan alat kontrasepsi itu disediakan untuk anak usia sekolah atau remaja.
Padahal, penjelasan gamblang dari poin itu sangat jelas ada di Pasal 104, ayat 3, poin e bahwa penyediaan alat kontrasepsi itu diberikan bagi pasangan usia subur dan kelompok yang berisiko dan tidak ada sama sekali substansi bahwa hal itu disediakan untuk siswa, apalagi di sekolah.
Kata kunci dari penjelasan di poin e, ayat 3, Pasal 104 itu adalah "pasangan". Kata itu mewakili pengertian sebagai suami istri, dengan penekanan bagi kelompok yang berisiko. Artinya, penyediaan alat kontrasepsi itu disiapkan bagi pasangan (suami istri) yang jika hamil memiliki risiko.