Hendrya Sylpana

Penghentian Tambak Udang di Pulau Seliu Sudah Tepat

Puluhan masyarakat dari Pulau Seliu saat mengikuti RDP di DPRD terkait aktivitas Tambak Udang --

BELITONGEKSPRES.COM, TANJUNGPANDAN - Aktivis lingkungan sekaligus tokoh dari Pulau Seliu Budi Setiawan mengatakan, rekomendasi DPRD Belitung untuk menghentikan semua aktifitas di lapangan terkait rencana tambak udang dinilai sudah tepat.

Hal itu disampaikan Budi Setiawan kepada Belitong Ekspres usia mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pembahasan rencana pembangunan tambak uang di DPRD Belitung, Senin 18 Maret 2024.

"Sudah tepat apa yang direkomendasikan oleh DPRD. Selain pihak perusahaan belum memiliki izin sama sekali, pulau seliu juga sebagai lokasi kegiatan berdasarkan tata ruang juga tidak sesuai untuk peruntukan tambak udang," kata Budi.

Dijelaskannya Budi, berdasarkan Perda RTRW Kabupaten Belitung Nomor 3 tahun 2014 menyatakan bahwa Pulau Seliu diperuntukkan untuk zona Pariwisata Alam dan Pemukiman.

Begitu juga berdasarkan Perda RZWP3K Provinsi Bangka Belitung (Babel) Nomor 3 tahun 2020. Karena luas pulau Seliu berada di bawah 2000 ha maka dikategorikan sebagai pulau kecil dan peruntukkannya adalah untuk zona pariwisata alam.

BACA JUGA:Tersangka Korupsi Lapangan Bola Melawan, Lurah Paal Satu Ajukan Gugatan Praperadilan

BACA JUGA:Rekomendasi DPRD Belitung, Stop Aktivitas Tambak Udang di Pulau Seliu

"Ditambah lagi berdasarkan Perpres Nomor 17 tahun 2024 tentang rencana induk desrinasi pariwisata nasional bangka belitung 2023-2044 menyatakan pulau seliu sebagai KTA (Key Tourism Area). Dan satu lagi pulau seliu juga menjadi salah satu geosite maritim dari Belitung Unesco Global Geopark," jelas Budi.

Dengan posisi strategis seperti demikian, tentunya sangat bertentangan dengan karakter tambak udang vaname yang berpotensi merusak alam dan mencemari lingkungan di Desa Pulau Seliu, Kecamatan Membalong.

Apalagi di lapangan PT KPN sudah melakukan pembukaan lahan tanpa memiliki izin, ditambah telah membuka hutan mangrove seluas hampir satu hektar sesuai pengakuan dari perwakilan perusahaan pada  saat RDP.

Hal itu sudah jelas sebagaimana diatur dalam PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, "Maka penegakan hukum juga harus dilakukan sehingga tidak terjadi pembiaran terhadap aturan yang ada," tutup Budi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan