Awan Capung
Dahlan Iskan--
Melihat capung nan sakti, critical thinking Fauziyah berputar. Dia tidak bersikap pupus ”itu keajaiban dari Allah”. Dia berpikir dan bertanya-tanya: ada unsur apa di sayap capung sampai kalis pada air. Lalu: pergerakan sayap seperti apa yang membuatnya mampu terbang melawan badai.
Maka di Illinois U itu Fauziyah mulai berkolaborasi dengan disiplin ilmu material, teknik mesin, aeronautical, dan kimia-coating.
Meski sudah empat tahun di situ, Fauziyah belum akan bisa lulus doktor tahun depan. Mungkin masih dua tahun lagi. Begitu lama untuk bisa jadi doktor di Illinois.
Dari lima mahasiswa itu ada satu yang tidak terlihat mengambil makanan yang begitu banyak di meja bundar: Fitria Sari. Ada nasi goreng, udang mayonese, tahu sapo, daging fillet, irisan ikan goreng tepung, sayur, dan beberapa lagi.
BACA JUGA:Kalah Cantik
"Saya lagi puasa," katanyi.
"Ini kan hari Sabtu...," kata saya.
"Puasa tengah bulan," jawabnyi.
Saya ingat: nanti malamnya adalah bulan purnama. Bahkan kali ini disebut supermoon. Inilah penampakan bulan yang paling besar. Posisi bulan lagi paling dekat ke bumi.
Habis maghrib ketika kami balik ke Chicago terlihat jelas dari highway. Bulan terbit dengan menornya.
Fitria selalu berpuasa setiap bulan purnama. Dia pun mengutip sebuah dalil dalam bahasa Arab dengan fasih.
Fitria akan jadi ”doktor fisika awan” pertama di Indonesia. Dia sudah ahli meteorologi dan fisika tapi masih terus ingin mendalami perilaku awan. Lewat penelitiannyi tentang fenomena hujan es.
Fitria lahir, sampai SMA, di Pasuruan, Jatim. Ayahnyi pegawai Pemda. Dia bekerja di Badan Meteorologi dan Geofisika. Saya berharap, kelak, jutaan petani bisa tertolong dari ancaman kemarau panjang.
Sudah banyak doktor meteorologi yang kita miliki. Sudah sekitar 40 orang. Namun baru Fitria yang mengkhususkan diri di fisika awan.
Mahasiswa yang masih S-1, mendengarkan dengan tekun banyak hal yang disampaikan Fauziyah dan Fitria.