Percepat Transisi Energi, Menteri ESDM Akan Permudah Syarat Investasi EBT

Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Bahlil Lahadalia ditemui usai menghadiri pembukaan Indonesia International Geothermal di Jakarta Convention Center, Rabu (18/9/2024). (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)--

BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana untuk mengurangi hambatan regulasi guna mempercepat investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. 

Menurutnya, saat ini investor harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan persetujuan dan membangun fasilitas, yang memperlambat pengembangan EBT di Indonesia.

Bahlil menekankan bahwa kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama mengapa transisi energi dari fosil ke EBT berjalan lebih lambat dari yang diharapkan. 

Padahal, targetnya adalah mencapai 23 persen EBT dalam bauran energi nasional pada tahun 2025. "Kami akan memangkas syarat dan waktu agar investor dapat lebih cepat melakukan investasi," jelas Bahlil di Jakarta, Rabu.

BACA JUGA:Menparekraf Ajak Pelaku Ekonomi Kreatif untuk Terus Berinovasi dan Ciptakan Lapangan Kerja

BACA JUGA:Pertamina Perluas Distribusi Avtur Ramah Lingkungan, Australia Jadi Pasar Pertama

Regulasi yang rumit dan berbelit-belit, menurut Bahlil, dapat menghambat pencapaian target nasional untuk mencapai net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060. Dia juga menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor EBT, yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal.

"Kita punya sumber daya EBT yang sangat besar, jadi investor jangan ragu. Saya sudah melapor kepada Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo, bahwa kita akan mengambil langkah-langkah konstruktif untuk mempercepat investasi," tambahnya.

Bahlil juga mencatat bahwa sektor EBT saat ini sedang menjadi fokus utama di kawasan Asia Tenggara, di mana negara-negara berlomba-lomba mencari sumber energi hijau. 

Namun, Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan negara tetangga karena memiliki teknologi carbon capture storage (CCS) untuk menyimpan CO2.

BACA JUGA:Transformasi Pembayaran Digital: BI Catat Transaksi QRIS Melonjak 217,33 Persen

BACA JUGA:Virgin Australia Maskapai Internasional Pertama Gunakan SAF dari Pertamina

"Indonesia memiliki potensi besar dalam energi baru terbarukan dan storage karbon CO2, yang menjadi nilai tambah bagi kita. 

Karena itu, saya sudah meminta Dirjen Listrik dan Dirjen EBT untuk tidak terburu-buru dalam mengekspor EBT, agar kita dapat memaksimalkan potensi yang ada," pungkas Bahlil. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan