Urgensi 'Green Financing' Ditengah Darurat Krisis Iklim Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan saat menjadi pembicara utama pada acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2024). ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA--
Memang dibutuhkan dana jumbo untuk mampu mengakomodasi semua sektor untuk memulai melaksanakan transisi menuju energi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, di sini pembiayaan hijau (green financing) memainkan peranan yang cukup penting.
Upaya lewat green financing
Green financing merupakan pembiayaan alternatif yang mendukung proyek-proyek yang berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan.
BACA JUGA:Mata Air Keberagaman Budaya dan Identitas Manusia (Catatan Perjalanan Program AFS 2024)
Pembiayaan ini diarahkan untuk proyek-proyek yang terkait dengan energi terbarukan, efisiensi energi, manajemen limbah, pengelolaan sumber daya alam, serta upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Tujuannya adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sambil menjaga keseimbangan ekologi.
Obligasi hijau (green bonds) contohnya, menjadi instrumen keuangan yang sering digunakan dalam green financing di Indonesia, di mana hasil dari obligasi ini digunakan untuk membiayai proyek ramah lingkungan.
Sri Mulyani mengeklaim instrumen fiskal Pemerintah semacam obligasi hijau dan biru telah berhasil menarik minat investor domestik maupun internasional.
Kemudian melalui mekanisme Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diluncurkan pada KTT G20 di Bali tahun 2022, Pemerintah bertujuan untuk mempercepat transisi menuju energi bersih.
BACA JUGA:Kunjungan Paus Fransiskus dan 'Promosi' Bhinneka Tunggal Ika
Kabar terakhir, lewat JETP, Bank Pembangunan Amerika Serikat (US International Development Finance Corporation/DFC) menyetujui pembiayaan 1 miliar dolar atau setara Rp16,2 triliun untuk Indonesia dalam rangka percepatan menuju energi bersih.
Di antara berbagi instrumen green financing, sukuk hijau (green sukuk) bisa dibilang sebagai instrumen green financing yang paling laris di Indonesia.
Indonesia telah menjadi salah satu pionir dalam penerbitan green sukuk, yang merupakan obligasi berbasis syariah yang menarik perhatian investor internasional. Green sukuk ini mencatatkan permintaan tinggi, menarik investor dari berbagai negara, termasuk Jepang dan Inggris.
Secara global, Indonesia sudah menerbitkan green sukuk senilai 5 miliar dolar AS, sedangkan untuk SDG’s bond pada 2021 sebesar 500 juta euro.
BACA JUGA:Peran Kemenkeu dalam Regional Chief Economist dan Financial Advisor