Sosiologi Ekonomi
Dahlan Iskan--
Saya memang pernah punya kesimpulan: masa depan terbaik wartawan adalah menjadi dosen. Dosen yang ilmunya banyak.
Saya pernah mendorong wartawan untuk jadi pebisnis. Banyak gagal. Wartawan itu punya jiwa mudah terharu. Pebisnis tidak boleh mudah terharu.
Saya juga sering mendorong wartawan jadi politisi. Banyak juga yang gagal: wartawan terlalu sering memakai hati nurani. Jadi politisi tidak perlu punya hati nurani.
Saya berpendapat, saat itu, seseorang yang sudah 10 tahun jadi wartawan sebaiknya kuliah lagi mengambil S2. Dengan biaya sendiri. Kalau berhasil lulus semua biaya S2 diganti Jawa Pos.
Dengan gelar S2 mereka bisa jadi dosen. Apalagi S3. Tidak perlu lagi harus habis-habisan banting tulang di lapangan. Akan kalah dengan wartawan yang muda-muda.
Saya tidak tahu apakah kebijakan S2 dapat uang pengganti dari perusahaan itu masih berlaku sampai sekarang.
BACA JUGA:Babi Ideologi
Kelihatannya, setelah jadi doktor pun Arif belum tertarik menjadi dosen. Tapi dengan gelar itu Arif sebenarnya bisa diperebutkan universitas swasta. Ia bisa memperbaiki ratio antara mahasiswa-dosen di universitas swasta.
Saya tahu jiwa Arif tetap ingin jadi orang merdeka. Saya melihat itu saat Pilpres lalu.
Ia begitu sulit: sebagai orang dekat Mensesneg Prof Pratikno ia harus membantu calon presiden yang didukung Jokowi.
Apalagi Arif pernah jadi direktur lembaga pro-otonomi yang saya dirikan. Salah satu anggotanya adalah Prof Pratikno.
Tapi sebagai sahabat Ganjar dan Mahfud MD ia seharusnya memihak Ganjar.
Dan Arif pilih menjadi orang merdeka. Dengan bergelar doktor ia bisa lebih merdeka. (Dahlan Iskan)