Menjaga Kelas Menengah untuk Ekonomi yang Stabil
Konsumsi Protein Kelas Menengah Penjual daging sapi menimbang dagangannya di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/6). Peningkatan pendapatan masyarakat kelas menengah mendorong peningkatan konsumsi pangan berprotein menggantikan konsumsi karbhohidrat s--
BACA JUGA:Menelusuri Labirin Gaya Belajar Anak: Catatan Perjalanan Program AFS Tahun 2024
Kini, kelompok kelas menengah di Indonesia sedang mengalami penurunan jumlah. Pemerintah terus mencermati itu agar Indonesia tetap berada di jalur pertumbuhan ekonomi, mengingat pola konsumsi kelompok itu yang cukup tinggi.
Melansir data BPS, pada tahun 2021 jumlah kelas menengah mencapai 53,83 juta orang, tetapi angka ini terus menurun menjadi 49,51 juta pada tahun 2022, menurun lagi menjadi 48,27 juta pada tahun 2023, dan 47,85 juta pada tahun 2024.
Sementara jumlah penduduk kelompok kelas atas relatif stabil, dimana pada 2021 sebanyak 1,07 juta orang dan pada 2024 juga sebanyak 1,07 juta orang. Artinya, kelas menengah yang hilang itu turun kelas, bukan naik kelas. Penurunan kelompok kelas menengah itu mengindikasikan adanya tekanan ekonomi.
Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik, penurunan kelas menengah ini dapat berdampak pada perekonomian Indonesia yang kurang resilien terhadap guncangan.
Peran pemerintah
BACA JUGA:Berbekal Berbagai Prestasi, Bekasi Siap Tatap Era Aglomerasi
Pemerintah perlu mengakui kerentanan yang dihadapi oleh kelas menengah dan mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif untuk mendukung kelompok ini. Misalnya, program-program pelatihan keterampilan dan peningkatan daya saing tenaga kerja guna membantu menghadapi tantangan pasar kerja yang terus berkembang.
Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan kebijakan perpajakan yang lebih ringan untuk kelompok penghasilan tertentu atau insentif bagi keluarga yang menanggung biaya pendidikan anak-anak.
Langkah-langkah ini dapat memberikan sedikit kelonggaran finansial bagi kelas menengah, yang pada akhirnya akan membantu mereka tetap stabil dan berkontribusi pada perekonomian.
BPS mencatat, porsi pengeluaran pajak atau iuran kelas menengah pada 2019 hanya sebesar 3,48 persen, namun pada 2024 naik menjadi 4,53 persen. Pada periode sama, porsi untuk pendidikan dari 3,64 persen menjadi 3,66 persen. Untuk barang dan jasa 6,04 persen menjadi 6,48 persen.
BACA JUGA:Paralimpiade Paris dan Kesetaraan yang Kian Dimuliakan
Kenaikan itu perlu menjadi perhatian pemerintah agar permintaan terhadap barang dan jasa di pasar domestik tetap tinggi. Tingginya permintaan ini akan menjadi motor penggerak bagi berbagai sektor industri, termasuk sektor manufaktur, jasa, dan perdagangan.
Dukungan pemerintah
Untuk memastikan kelas menengah kembali tumbuh dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional, pemerintah Indonesia sebenarnya telah meluncurkan berbagai program yang dirancang khusus untuk mendukung kelompok ini.