Tawaf Disetiap Embusan Napas

Jamaah haji menyentuh Ka'bah saat tawaf ifadah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Kamis (20/6/2024). Jamaah haji melakukan tawaf ifadah yang menjadi rukun haji usai melakukan wukuf di Arafah dan lempar jamrah di Jamarat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ny--

Upaya menyentuh dinding Ka'bah, Multazam, dan Hajar Aswad memang terbatas, sehingga menjadi momen langka yang tidak semua jamaah mampu melakukannya.

Dari pengalaman tiga kali tawaf di waktu berbeda di depan Ka'bah, paling tidak ada empat kelompok orang yang mampu mencapai tiga momen langka tersebut.

Pertama, orang-orang yang sengaja tawaf dengan mengambil jarak dengan Ka'bah atau di lantai atas untuk menghindari terlalu berdesak-desakan.

BACA JUGA:Penolakan RUU Penyiaran dan implikasinya

Mereka sengaja mengambil jarak karena menyadari keterbatasan fisik, risiko, atau memberi kesempatan pada yang lain untuk mendekat dengan Ka'bah.

Kedua, kelompok yang berjuang mendapatkan momen langka tersebut dengan menyingkirkan orang-orang yang menghalangi, sehingga mendapatkan kesempatan berdoa di tempat langka tersebut.

Mereka menggunakan kekuatan fisiknya untuk mendorong atau menarik orang lain agar mendapatkan momen langka berdoa di tempat yang suci.

Ketiga, kelompok yang terbawa arus tawaf, sehingga tanpa disadari mampu mencapai dinding Ka'bah, Multazam, dan Hajar Aswad atau salah satu dari ketiganya.

BACA JUGA:Belajar dari Jepang Kelola Distribusi Pangan Berbasis Koperasi

Mereka biasanya berjalan mengikuti arus pergerakan manusia yang tawaf dan semakin lama semakin mendekat.

Keempat, kelompok yang hampir mencapai ketiganya, tetapi di akhir pencapaiannya malah memberi kesempatan tersebut kepada kakek, nenek, atau orang-orang lemah yang kebetulan berada di sampingnya.

Tentu, kelompok mana yang terbaik dari keempatnya, hanya Allah yang tahu. Keempat kelompok itu menggambarkan bagaimana dalam kehidupan sehari-hari seringkali manusia menjadi kelompok pertama, kedua, ketiga, dan keempatnya secara bergonta-ganti, tergantung konteks, suasana hati, dan keputusan yang dipilih.

Hanya saja, respek mendalam perlu kita sampaikan pada kelompok keempat. Sikap mereka mengingatkan pada kisah-kisah sufi terkenal di masa silam tentang orang yang mengumpulkan uang untuk naik haji, tetapi ketika semua sudah terkumpul dan bersiap berangkat, kemudian membatalkan.

BACA JUGA:Integrasi Pancasila dalam Sistem Hukum di Indonesia

Uang untuk naik haji itu diberikan kepada yang lebih membutuhkan, seperti fakir miskin di sekitarnya atau diberikan kepada orang lain yang juga ingin naik haji.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan