Pancasilais Dalam Dialektika Demokrasi Kita

Ilustrasi, Pancasila--

BACA JUGA:Mewujudkan Layanan Haji Ramah Lansia

Lagi pula, kalau pertanyaannya dibalik, apa yang salah kalau kalangan elit menjadi pemimpin? Tentu tidak ada yang salah. Mau alit mau elit semua memiliki hak politik yang sama.

Ada baiknya juga kita melihat pendapat satu tokoh intelektual terkemuka Jepang Sakuzo Yoshino (1878-1933) yang mengatakan bahwa, "Beberapa orang mungkin salah berpendapat bahwa kelas elit tidak punya tempat dalam demokrasi, tapi kenyataannya tidak demikian. Tentu saja, jika sejumlah kecil orang membentuk kelas eksklusif dan memonopoli politik secara independen dari rakyat, maka akan banyak akibat buruknya. Tapi jika para elit dengan rendah hati berbaur dengan masyarakat umum, secara nominal melayani dan mengikuti mereka, namun pada hakikatnya membimbing mereka secara spiritual dan demi kepentingan publik, mereka akan memainkan peran sebagai orang-orang yang benar-benar bijaksana. Ringkasnya, para elit mempunyai tanggung jawab ini dalam negara modern".

Mungkin di antara pembaca menilai bahwa hal ini seperti meletakkan diri sebagai orang yang toleran terhadap kepemimpinan elit. Hal ini hanya ingin semua pihak melihat bahwa ruang sosial kehidupan kita bukanlah ruang hampa udara. Ada ribuan tafsir tentang kehidupan dengan sejumlah lipatannya. Bisa saja seseorang yang berstatus orang kaya ingin menjihadkan hartanya untuk melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.

Dalam sudut pandang niat, hal itu justru menjadikan derajat yang bersangkutan menjadi tinggi. Kerelaan berkorban harta untuk kemaslahatan kolektif bangsa itulah sebagai nilai identik seorang Pancasilais. Karena ibarat penyakit, politik uang hanyalah penyakit permukaan kulit serupa kurap kudis dan semacamnya, sedangkan penyakit sesungguhnya ada atau terletak pada niat berkuasa yang boleh dianalogikan sebagai darah kotornya.

BACA JUGA:Menjadi Lansia yang Berdaya dan Sehat Dimasa Tua

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa praktik politik uang dengan niat semata meraih kekuasaan adalah penyakit potensial yang dapat melahirkan para pemimpin korup masih merupakan tantangan terbesar yang harus kita selesaikan. Mungkin hal ini akan menjadi persoalan krusial yang memerlukan waktu cukup panjang untuk mengatasinya.

Optimisme harus tetap dinyalakan dengan ikhtiar maksimal membimbing masyarakat untuk membersihkan darah kotor dalam praktik demokrasi kita.

Kita juga perlu mengingat bahwa tahun politik adalah tahun dimana pemilu diselenggarakan. Dan pemilu merupakan amanah konstitusi. Konstitusi tertinggi kita berlandaskan Pancasila sebagai sumber dan falsafah berbangsa serta bernegara. Bahwa para politisi kita haruslah insan-insan yang Pancasilais, baik sebelum maupun setelah dia terpilih, itu harga mati.

Nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, serta Keadilan Sosial harus menjadi nilai-nilai yang ada dan terpatri di dalam benak para pemimpin negeri. Kita harus tetap optimistis dan terus menjadi Pancasilais. (*)

*) Oleh Ahmad Nuri

Ketua Pengurus Pusat GP ANSOR

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan