World Water Forum Sebagai Upaya Mencapai Keadilan Akses Air Bersih

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kedua kiri) berpegangan tangan dengan Deputy Minister for Water, at the Ministry of Environment Water and Agriculture Arab Saudi Abdulaziz M. Alshaibani (tengah) saat berfoto bersama dengan delegasi Arab Saudi usai upacara--

Dalam wawancara khusus bersama ANTARA, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, membeberkan bahwa secara konsep, Global Water Fund akan sama seperti program pembiayaan sejenis.

Nantinya, Global Water Fund mempunyai cakupan di seluruh negara. Dana para donatur akan dimobilisasi atau ‘diputar’ guna membiayai proyek-proyek infrastruktur di sektor sumber daya air dan sanitasi.

“Dengan dibentuk Global Water Fund, yang diharapkan kita bisa memobilisasi resources, jadi ada negara-negara yang butuh, mungkin ada juga negara-negara yang dari sisi pendanaan berlebih ini bisa dilakukan secara cross-sectoral dan sifatnya dananya bergulir, sifatnya adalah investasi," katanya.

BACA JUGA:Pesantren di Tengah 'Perang Narasi' Era Digital

Di samping itu, Global Water Fund dapat menjadi langkah untuk meningkatkan skala atau ‘scale up’ suatu proyek infrastruktur air. Dengan skema tersebut, maka proyek dapat lebih berjalan secara berkelanjutan.

Menakar langkah diplomatis Indonesia dalam menawarkan pembentukan Global Water Fund di World Water Forum tahun ini, maka program ini mempunyai peluang untuk terealisasi. Program ini memerlukan kolaborasi yang luas, melintasi batas negara maju dan genggaman tangan para investor swasta.

Meskipun telah mendapat angin segar dari lembaga-lembaga internasional ternama seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), mekanisme dan aturan Global Water Fund harus dirancang dan ditulis dengan jelas. Tahap ini lah yang masih belum dirancang baik oleh Pemerintah Indonesia.

Kualitas dan kapasitas institusi yang ditunjuk untuk menaungi program Global Water Fund menjadi kunci utama. Ekonom Senior Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Teuku Riefky menilai, tanpa adanya institusi yang stabil sebagai penopang, maka pengelolaan dana proyek infrastruktur air hanyalah angan-angan belaka.

Mengingat Pandemic Fund yang berada di bawah naungan Bank Dunia dan G20, program tersebut berjalan dengan lancar. Pun dengan Global Water Fund yang tentu membutuhkan institusi penopang yang juga tangguh.

BACA JUGA:Prahara Tambang di Belitung Timur: Harapan dan Tantangan di Tengah Krisis Lingkungan

“Kita melihat Pandemic Fund yang dikelola oleh World Bank dan G20 berjalan dengan efektif. Tanpa institusi yang berkualitas, dana ini bisa jadi sia-sia,” ungkap Riefky.

Kemudian, tantangan selanjutnya yang perlu menjadi sorotan lain yakni perlunya memperluas akses riset terkait pangkal masalah krisis air hingga teknologi dalam infrastruktur yang mampu menyelesaikannya. Bagaimanapun, pembuatan kebijakan konservasi air harus berlandaskan data-data yang valid serta riset mendalam.

Dalam pidato pembukanya di ajang World Water Forum ke-10, pendiri sekaligus CEO Tesla dan SpaceX,  Elon Musk, juga menyampaikan bahwa permasalahan air dunia saat ini sebenarnya dapat diselesaikan dengan metode desalinasi air laut, mengingat 72 persen permukaan bumi merupakan perairan.

Desalinasi air laut sendiri merupakan proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga air tersebut menjadi air bersih yang dapat dikonsumsi masyarakat. Proses desalinasi sebenarnya dinilai sebagai proses yang membutuhkan energi dan mahal. Namun proses tersebut dapat diterapkan dengan efektif dan murah apabila memanfaatkan energi surya.

Dengan kata lain, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat menjadi solusi yang jitu dan murah untuk menyelesaikan krisis air melalui desalinasi air laut. Namun, metode tersebut hingga saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut dan uji coba.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan