Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

LKBH Belitung Soroti Ketidaksinkronan RDTR dan RTRW Beltim, Khawatir Timbulkan Konflik Pertanahan

Salah satu paralegal pada Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Belitung, M Nur Masase-Muchlis Ilham/BE-

MANGGAR, BELITONGEKSPRES.COM – LKBH Belitung menyoroti dugaan ketidaksinkronan antara Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Beltim Tahun 2022–2042 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2014–2034.

Dugaan ketidaksesuaian itu dinilai berpotensi menimbulkan persoalan tata ruang serta membuka celah sengketa pemanfaatan lahan daerah di kemudian hari.

Sorotan tersebut disampaikan salah satu paralegal pada Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Belitung, M Nur Masase kepada Belitong Ekspres, Rabu (25/11/2025).

M Nur atas seijin Ketua LKBH Belitung, menyampaikan bahwa RDTR Kabupaten Beltim seharusnya disusun berdasarkan RTRW sebagai pedoman utama.

BACA JUGA:KORMI Beltim Apresiasi Lomba Milud, 372 Pelajar Ramaikan Pelestarian Olahraga Tradisional

Ia menegaskan jika RDTR tidak mengacu pada RTRW, maka berisiko besar yakni akan memunculkan konflik dalan pemanfaatan/penggunaan lahan, terutama dalam hal peruntukan dan potensi tumpang tindih lahan.

“Penyusunan Perda RDTR itu wajib merujuk pada RTRW. Kalau tidak sinkron, maka bisa menimbulkan persoalan hukum, terutama konflik atas tanah atau kawasan yang peruntukannya berbeda atau bahkan tumpang tindih,” ujar M Nur.

Ia menambahkan, kasus-kasus pertanahan yang muncul karena alih fungsi atau ketidaksesuaian peruntukan lahan dapat semakin meningkat jika regulasi yang mengatur tata ruang tidak harmonis.

Hal tersebut menurutnya dapat menghambat investasi, pembangunan, bahkan dpaat menimbulkan kerugian bagi masyarakat di daerah khususnya di Beltim.

BACA JUGA:Bupati Pastikan Semua Program Prioritas Tetap Jalan di APBD Beltim 2026

Persoalan yang menjadi sorotan dari LKBH Belitung  ini muncul, pada saat adanya salah satu masyarakat di belitung timur yang memohon bantuan hukum kepada LKBH Belitung terkait dengan penerbitan sertifikat miliknya oleh BPN, yang menurutnya tidak sesuai dengan yang dimohonkan.

Di sisi lain, ia juga menyoroti peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Belitung Timur yang memiliki kewenangan menerbitkan sertipikat.

BPN, kata dia, tentu bekerja berdasarkan kriteria dan prosedur yang diatur dalam undang-undang pertanahan dan aturan turunannya. Namun, disharmoni antar regulasi tata ruang dapat membuat proses sertifikasi lahan menjadi lebih kompleks.

“BPN menerbitkan sertipikat berdasarkan kriteria yang diatur undang-undang. Tapi jika dokumen tata ruang tidak seragam, maka bisa timbul persoalan baru di lapangan,” kata M Nur.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan