Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Investasi Rp371 Triliun untuk Hilirisasi Pertanian, Mampukah Indonesia Wujudkan 8 Juta Lapangan Kerja?

Ilustrasi - Alur investasi Rp371 triliun untuk hilirisasi pertanian: dari dana pemerintah menuju pabrik pengolahan komoditas seperti tebu, kakao, dan kacang mete, dengan target menciptakan 8 juta lapangan kerja di sektor agroindustri nasional-ist-

BELITONGEKSPRES.COM - Pemerintah mengumumkan alokasi investasi jumbo senilai Rp371 triliun atau sekitar US$22 miliar untuk program hilirisasi sektor pertanian. Fokus utama diarahkan pada pengembangan fasilitas pengolahan pascapanen di sektor pangan, perkebunan, dan hortikultura.

Langkah ini disebut sebagai upaya “meningkatkan nilai tambah di dalam negeri” dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah.

Menurut data Kementerian Pertanian, dana tersebut akan dikucurkan dalam lima tahun ke depan untuk pembangunan pabrik pengolahan hasil tani di lebih dari 20 provinsi. Pemerintah menargetkan penciptaan hingga 8 juta lapangan kerja baru, baik langsung maupun tidak langsung, di rantai pasok pertanian nasional.

Komoditas prioritas mencakup tebu, kakao, kelapa, kacang mete, dan jagung, produk dengan potensi nilai tambah tinggi bila diolah di dalam negeri. Pemerintah berharap, dengan hilirisasi ini, Indonesia bisa mengubah posisi dari eksportir bahan mentah menjadi produsen produk olahan bernilai ekspor tinggi.

Analisis Manfaat: Nilai Tambah dan Substitusi Impor

BACA JUGA:Mentan Amran dan Menteri Investasi Sepakati Hilirisasi Pertanian Senilai Rp371 Triliun

Langkah ini sebenarnya sudah lama ditunggu. Indonesia selama ini punya kekuatan besar di sektor pertanian, tapi sebagian besar komoditas masih dijual dalam bentuk mentah.

Ambil contoh kakao, Indonesia produsen terbesar ketiga dunia, tapi ekspor produk olahan cokelat masih minim. Nilai ekspor biji kakao mentah hanya sekitar US$2,5 miliar per tahun, sementara potensi pasar produk olahan global mencapai lebih dari US$120 miliar.

Dengan investasi besar ke hilirisasi, rantai nilai bisa berlipat. Petani akan mendapat harga jual lebih stabil, sementara industri pengolahan di dalam negeri mendapat pasokan bahan baku berkelanjutan.

Selain itu, hilirisasi juga bisa mengurangi ketergantungan pada impor produk turunan pertanian, seperti gula rafinasi, minyak nabati olahan, hingga tepung protein nabati.

Dari sisi ekspor, pengolahan domestik juga membuka peluang baru. Produk seperti cokelat, minyak kelapa murni, atau bioetanol berbasis tebu bisa menjadi komoditas unggulan baru. Artinya, hilirisasi berpotensi menciptakan diversifikasi ekspor nonmigas dan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global.

BACA JUGA:Mentan Sebut Investasi Hilirisasi Rp371 Triliun Serap 8 Juta Tenaga Kerja

Risiko dan Tantangan: Logistik, SDM, dan Model Bisnis

Namun, ambisi besar ini tak tanpa risiko. Pertama, kapasitas logistik nasional masih belum siap. Akses jalan produksi di sentra pertanian masih buruk, dan ongkos logistik antarpulau jauh di atas rata-rata Asia Tenggara. Tanpa perbaikan infrastruktur distribusi, biaya transportasi bahan baku ke pabrik bisa menggerus margin keuntungan industri pengolahan.

Kedua, ketersediaan SDM teknis dan manajerial di sektor agroindustri juga masih terbatas. Banyak daerah penghasil komoditas belum punya tenaga ahli di bidang rekayasa pangan atau manajemen rantai pasok.

Ketiga, pembiayaan daerah dan korporatisasi lahan jadi tantangan besar. Banyak lahan pertanian yang dikelola secara kecil-kecilan dan tersebar, menyulitkan integrasi pasokan ke industri besar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan